LAPORAN
PRAKTIKUM
ILMU
REPRODUKSI TERNAK
Oleh:
Aryya Mulya Dhuhitta 23010110120059
Fira Setyaningrum 23010110120102
Zakiyah Wulansari 23010111120061
Mohammad Istiadi 23010111130067
Widya Risanti 23010111130070
Chandra Prabawa B.A 23010111130078
Angger Tegar Prasetyo 23010111130083
Akhmad Khoirudin 23010111130093
Nina Mahmudah 23010111130094
Galuh Nanda Jawirani 23010111130102
JURUSAN S-1
PETERNAKAN
FAKULTAS
PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013
BAB I
MATERI DAN METODE
Praktikum Anatomi
Kelenjar Endokrin dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 9 April 2013 pukul 11.00-13.00 WIB di Laboratorium Genetika,
Pemuliaan dan Ilmu Reproduksi Ternak, Fakultas Peternakan dan Pertanian
Universitas Diponegoro, Semarang.
1.1.
Materi
Alat
yang digunakan untuk Praktikum Anatomi Kelejar Endokrin yaitu Nampan sebagai
tempat kepala ayam, gergaji dan tatah untuk membelah kepala ayam, dan alat
tulis ntuk menggambar bagian kelenjar hipotalamus dan hipofisa. Bahan yang digunakan yaitu kepala
ayam untuk pengamatan kelenjar endokrin.
1.2.
Metode
Metode
yang dilakukan dalam praktikum Anatomi Kelenjar Endokrin adalah asisten
menjelaskan kepada praktikan tentang anatomi atau tata letak kelenjar endokrin,
selanjutnya praktikan akan membelah kepala ayam untuk melihat anatomi organ
hipotalamus dan hipofisa, kemudian menggambar anatomi hipotalamus dan hipofisa,
menyebutkan bagian-bagiannya dan menjelaskan fungsi tiap bagian.
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1. Anatomi Kepala Ayam
Berdasarkan
hasil pengamatan kelenjar endokrin diperoleh hasil pengamatan sebagai berikut :
|
|||
Sumber:
Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi ternak, 2013.
|
Ilustrasi
1. Anatomi Kepala Ayam
Keterangan: 1.) Ventrikel 1 (otak besar) 2.) Ventrikel 2 (otak tengah) 3.) Ventrikel 3 (sumsum ) 4.)
Ventrikel 4 (otak kecil) 5.) Sphenoid (Tulang pelana kuda)
6.) Hipofisa
7.) Hipotalamus
Berdasarkan hasil
praktikum yang didapat hasil bahwa didalam otak ayam terdiri dari beberapa
bagian yaitu ventrikel 1 (otak besar), ventrikel 2 (otak tengah), ventrikel 3
(sumsum), dan ventrikel 4 (otak kecil). Masing-masing bagian memiliki fungsi
sebagai berikut, yaitu ventrikel 1 (otak besar) berfungsi sebagai pusat
koordinasi penglihatan dan penciuman, ventrikel 2 (otak tengah) berfungsi
sebagai pusat koordinasi pendengaran, ventrikel 3 (sumsum) berfungsi sebagai
pusat koordinasi gerak, dan ventrikel 4 (otak kecil) berfungsi sebagai pusat
keseimbangan. Kelenjar endokrin yang terdapat di dalam otak ayam terdiri atas
Hipotalamus dan Hipofisa.
2.1.1. Hipotalamus
Hipotalamus merupakan
pengatur dari semua hormon, dan hipotalamus termasuk bagian otak besar yaitu
bagian tengah bawah yang merupakan bagian lantai dari ruang ventrikel ketiga.
Hal ini sesuai dengan pendapat Hafez
(1980) menyatakan bahwa hipotalamus merupakan pemimpin umum sistem hormon,
karena semua perintah dan kendali berawal dari kelenjar hipotalamus, kemudian
perintah dan informasi akan disampaikan keseluruh tubuh dengan bantuan kelenjar
hipofisis yang berfungsi sebagai pembantu hipotalamus. Hipotalamus adalah bagian
dari otak yang terdiri dari sejumlah nukleus dengan fungsi yang sangat peka terhadap steroid dan glukokortikoid, glukosa dan suhu. Hipotalamus juga merupakan pusat kontrol autonom.
Salah satu di antara fungsi hipotalamus yang paling penting karena terhubung
dengan sistem
syaraf. Hal ini juga sependapat dengan Toelihere (1981)
yang menyatakan bahwa hypotalamus
merupakan tempat sekresi substansi atau faktor-faktor pelepas yang mempengaruhi
sekresi hormon adenhypophysa.
2.1.2. Hipofisa
Hipofisa terletak di
belakang otak atau di atas permukaan lagit-langit mulut yang di bungkus oleh
tulang sphenoid, warna merah muda, kecil seperti kacang kapri, dan terdapat
bercak warna putih. Hipofisa berfungsi sebagai penghasil hormon yang memacu
kerja dari kelenjar lain untuk menghasilkan hormon. Hal ini sesuai dengan
pendapat Toelihere (1981) yang menyatakan bahwa hypofisa terletak didalam legokan pada dasar ruang otak yang
dikenal sebagai sella turcica. Hypofisa mensekresikan sejumlah besar
hormon-hormon, beberapa diantaranya berhubungan langsung dengan reproduksi. Dellmann
dan Brown (1992) menambahkan bahwa bagian hipofisa terdiri dari dua bagian utama,
yakni adrenohipofisa dan neurohipofisa. Adenohipofisa
terdiri atas pars distalis, pars tuberalis, dan pars intermedia, sedangkan neurohipofisa terdiri
atas tangkai dan pars nervosa. Sub
divisi tampak jelas perbedaannya pada asal embrioniknya dan komposisi
histologinya. Kelenjar adrenohipofisa
mensekresikan hormon-hormon gonadotropin, seperti folicle Stimulatn Hormone (FSH),
Luteotropic Hormone (LTH) dan Luteinizing
Hormone (LH). Hormon-hormon ini sangat penting dalam pengaturan ovarium dan testes untuk
produksi ovum dan spermatozoa serta pelepasan
hormon-hormon gonadal, yaitu testosteron,
estradiol dan progesteron.
2.1.3. Ventrikel I (Otak Besar)
Ventrikel 1 (otak
besar) berfungsi sebagai pusat koordinasi penglihatan dan penciuman. Hal ini
sesuai dengan pendapat Villee et al., (1999) yang menyatakan bahwa otak manusia maupun hewan vertebrata lainnya terbagi
atas tiga bagian daerah, yaitu: otak besar (serebrum), otak tengah
(mesensefalon) dan otak belakang (serebelum). Otak besar (cerebrum)
adalah bagian depan yang paling menonjol dari otak depan. Otak besar terdiri
dari dua belahan, yaitu belahan kiri dan kanan. Kimball et al., (1983) menambahkan bahwa otak besar berfungsi sebagai
pusat koordinasi penglihatan.
2.1.2. Ventrikel II (Otak Tengah)
Ventrikel II (otak
tengah) berfungsi sebagai pusat koordinasi pendengaran. Hal ini sesuai dengan
pendapat Hal ini sesuai dengan pendapat Jarvis et al., (2005) yang menyatakan bahwa ventrikel II (neostriatum) berfungsi menerima respon
pendengaran. Kimball et al., (1983) menambahkan bahwa membantu dalam menyampaikan impuls
antara otak depan dan otak belakang serta antara otak depan dan mata.
2.1.3. Ventrikel III
(Sumsung Sambung)
Ventrikel 3 (sumsum)
berfungsi sebagai pusat koordinasi gerak. Hal ini sesuai dengan pendapat Hal
ini sesuai dengan pendapat Kimball et
al., (1983) yang menyatakan bahwa otak belakang mengkoordinasikan kegiatan
lokomotor pada tubuh. Villee et al., (1999) menambahkan dalam
ventrikel 3 terdapat nuklei yang berfungsi untuk mengatur reflek denyut jantung,
tekanan darah, gerakan pernapasan dan banyak proses lainnya.
2.1.4. Ventrikel IV
(Otak Kecil)
Ventrikel 4 (otak
kecil) berfungsi sebagai pusat keseimbangan yang terletak dibagian belakang
otak. Hal ini sesuai dengan pendapat Villee et
al., (1999) yang menyatakan bahwa otak kecil ( cerebellum)
merupakan pusat keseimbangan dan koordinasi motor. Kimball et al., (1983) menambahkan ventrikel
keempat terletak diantara serebelum dibagian atas dan berperan dalam lokomosi,
orientasi, dan keseimbangan.
2.2. Mekanisme Umpan
Balik
Hipotalamus
Hipofisa
Adenohipofisa Neurohipofisa
FSH LH
Folikel de Graff Ovulasi
Esterogen Fertilisasi Corpus Luteum
Birahi Bunting Progesteron
Ilustrasi 2. Mekanisme Umpan Balik
Pada dasarnya sistem
syaraf dan sistem endokrin merupakan sekumpulan sistem yang mengendalikan
kegiatan ekskresi hormon dari kelenjar-kelenjar dengan mekanisme umpan balik. Hal
ini sesuai dengan pendapat Singgih (2003) yang menyatakan bahwa sistem saraf
dan sistem endokrin mengendalikan beragam fungsi tubuh dengan proses dasar yang
memerlukan integrasi di otak yang dapat memeperngaruhi proses lain melalui
mekanisme umpan balik.
2.2.1. Mekanisme
Umpan balik Positif
Prinsip kerja dari mekanisme umpan balik positif yaitu
hipotalamus melepas hormon RF-FSH yang
sudah disekresi oleh hipofisa dengan adanya hormon FSH maka folikel akan matang
sehingga akan membentuk folikel de graaf yang didalamnya terdapat ovum, ketika terjadi
ovulasi dibutuhkan hormon LH yang dilepaskan oleh hipothalamus sehingga akan
menghasilkan hormon estrogen yang menyababkan ternak estrus. Inti dari
mekanisme umpan balik positif yaitu hormon Follicle Stimulating Hormone (FSH), Luteinizing Hormone (LH), dan estrogen akan naik. Hal ini sesuai
dengan pendapat Partodihardjo (1982) yang menyatakan bahwa untuk umpan balik
positif dapat diambil contoh umpan balik antara Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan estrogen. Follicle Stimulating Hormone (FSH)
merangsang terbentuknya folikel de Graaf yang menghasilkan estrogen, semakin besar
folikel de Graaf semakin tinggi kadar
estrogen. Setelah kadar estrogen mencapai ketinggian tertentu pelepasan Follicle Stimulating Hormone (FSH) oleh
kelenjar hipofisa anterior terhambat sampai kadar Stimulating Hormone (FSH) dalam darah menjadi rendah sekali. Toelihere (1981) menambahkan bahwa hormon
FSH menstimulasi pertumbuhan dan pematangan folikel de Graaf di dalam ovarium,
sedangkan hormon LH berperan
dalam ovulasi dengan menggertakan pemecahan dinding sel dan pelepasan ovum seta
menstimulir pelepasan esterogen.
2.2.2. Mekanisme
Umpan balik Negatif
Hormon
progesteron naik maka hipotalamus akan mensekresi IH-FSH dan IH-LH yang akan
menekan sekresi hormon FSH dan LH. Inti dari mekanisme umpan balik negative
yaitu hormon FSH dan LH turun sedangkan hormon progesteron naik. Prinsip kerja
dari mekanisme umpan balik negatif
yaitu setelah ovulasi terjadi maka yang tersisa adalah corpus luteum dan hormon progesteron akan naik sehingga berperan
dalam menjaga dinding rahim ketika terjadi kebuntingan. Ketika terjadi
kebuntingan, Follicle Stimulating Hormone
(FSH) dan LH akan turun karena folikel tidak berkembang lagi dan tidak ada
ovulasi. Hal ini sesuai dengan pendapat
pendapat Partodihardjo (1992) yang menyatakan bahwa contoh umpan balik
negatif adalah Luteinizing Hormone
(LH) yang ikut merangsang produksi estrogen, setelah kadar estrogen meninggi
dalam darah, produksi Luteinizing Hormone (LH) menjadi
meningkat, Luteinizing Hormone (LH)
akhirnya menyebabkan ovulasi. Umpan balik negatif terjadi apabila produksi
progesteron meningkat, sedangkan produksi estrogen, Follicle Stimulating Hormone (FSH), dan Luteinizing Hormone (LH) menurun. Pada mekanisme umpan balik
negatif ini ternak mengalami kebuntingan.
Toelihere (1981) menambahkan bahwa
atropin
menghambat pelepasan LH dari hipofisa, mekanisme pelepasan LH distimuler oleh
kerja estrogen dan progesteron dan faktor-faktor luar lainnya yang mempengaruhi
hipothalamus.
BAB
III
SIMPULAN
DAN SARAN
3.1.
Simpulan
Berdasarkan hasil
praktikum dapat disimpulkan bahwa otak ayam terdiri dari empat bagian yaitu
ventrikel 1 (otak besar) , ventrikel 2 (otak tengah), ventrikel 3 (sumsum), dan
ventrikel 4 (otak kecil). Ventrikel 1 (otak besar) berfungsi sebagai pusat
koordinasi penglihatan dan penciuman, ventrikel 2 (otak tengah) berfungsi
sebagai pusat koordinasi pendengaran, ventrikel 3 (sumsum) berfungsi sebagai
pusat koordinasi gerak, dan ventrikel 4 (otak kecil) berfungsi sebagai pusat
keseimbangan.
Kelenjar endokrin dalam
otak ayam terdiri atas Hipotalamus dan Hipofisa. Hipotalamus merupakan pengatur
dari semua hormon yang termasuk bagian otak besar yaitu bagian tengah bawah
(diencephalon). Hipofisa terletak di bawah otak atau di atas lagit-langit mulut
yang di bungkus oleh tulang sphenoid, warna merah muda, kecil seperti kacang
kapri, dan terdapat bercak warna putih. Fungsi dari kelenjar hipotalamus dan
hipofisa terdapat suatu mekanisme yang disebut mekanisme umpan balik. Mekanisme
umpan balik dibagi menjadi dua yaitu mekanisme umpan balik positif dan
mekanisme umpan balik negatif.
3.2.
Saran
Praktikan sebaiknya
lebih berhati-hati dalam memotong kepala ayam agar isi dari kepala ayam tidak
rusak sehingga mendapatkan hasil yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Dellmann
H. D. dan E. S. Brown. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner Edisi Ketiga. Universitas Indonesia Press,
Jakarta. Di terjemahkan oleh Hartono R.
dan S. S. Juwono.
Hafez,
E.S.E. 1980. Reproduction in Farm Animal. 4 th ed. Lea and Febiger. Philadelphia.
Jervis,
E.D., dkk. 2005. Avian Brains and A New Understanding of Vertebrate Brain Evolution. Nature Reviews, Vol.6.
Kimball
J. W. 1983. Biologi Edisi Kelima. Erlangga, Jakarta. Di terjemahkan oleh S. S. Tjitorosomo dan N. Sugiri.
Partodihardjo,
S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan.
Mutiara Sumber Widya, Jakarta.
Singgih, S.A. 2003. Sistem Syaraf sebagai Sistem
Pengendali Tubuh. Universitas Indonesia, Depok.
Toelihere,
M. R. 1981. Fisiologi Reproduksi pada
Ternak. Angkasa, Bandung.
Turner C.D dan Bagnara J.T. (1976)
Endokrinologi Umum. Yogyakarta: Airlangga
University Press.
Villee,
C.A., Warren, F. W. dan Robert, D.B. 1999. Zoologi Umum Edisi Keenam. Erlangga,
Jakarta.
BAB
I
MATERI
DAN METODE
Praktikum Ilmu
Reproduksi Ternak dengan materi anatomi organ reproduksi jantan dan betina yang
dilaksanakan pada tanggal 16 April 2013 pukul 13.00-15.00 WIB di Laboratorium
Genetika, Pemuliaan dan Reproduksi Ternak, Fakultas Peternakan dan Pertanian,
Universitas Diponegoro, Semarang.
1.1. Materi
Materi yang digunakan
dalam praktikum anatomi organ reproduksi adalah organ reproduksi jantan dan
betina dari ternak babi dan sapi, organ reproduksi betina ternak domba, nampan
sebagai tempat pengamatan preparat organ reproduksi, buku dan alat tulis untuk
mencatat dan mengambar hasil pengamatan.
1.2. Metode
Preparat organ
reproduksi jantan dan betina dari babi dan sapi diletakkan di nampan serta
organ reproduksi betina ternak domba. Kemudian organ diamati per bagiannya dan
menggambarnya, setelah itu membedakan perbedaan antara organ reproduksi jantan
babi, domba dan sapi serta organ reproduksi betina dari sapi, domba dan babi.
BAB
II
HASIL
DAN PEMBAHASAN
2.1. Anatomi dan Fisiologi Organ Reproduksi
Ternak Jantan
|
Berdasarkan hasil pengamatan organ reproduksi jantan,
didapatkan hasil pengamatan sebagai berikut :
|
|
|
Sumber: Data
Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013.
|
Sumber: Toelihere, 1981.
|
Ilustrasi 3. Organ Reproduksi Jantan pada Sapi dan Babi
Keterangan
: 1.) Testis 2.) Epididimis 3.) Vas
deferen 4.) Ampula 5.) Kelenjar Asesoris 6.) Uretra 7.) Penis.
Berdasarkan hasil
praktikum yang telah dilakukan diketahui bahwa organ reproduksi jantan pada
sapi, domba maupun babi terdiri atas sepasang testis, epididimis, vas deferen,
ampula, kelenjar asesoris dan penis. Hal ini sesuai dengan pendapat Toelihere
(1981) bahwa organ reproduksi hewan jantan dapat dibagi atas tiga komponen
berupa organ kelamin primer yaitu gonad jantan, dinamakan testis atau testiculus disebut juga orchis atau didymos. Sekelompok kelenjar-kelenjar kelamin pelengkap yaitu
kelenjar vesikularis, prostate dan cowper, dan saluran-saluran yang terdiri dari epididimis dan vas deferens dan alat kelamin luar
atau organ kopulatoris yaitu penis. Frandson (1992) menambahkan bahwa sistem
reproduksi jantan pada mamalia terdiri dari dua testes atau testikel yang
terbungkus di dalam skrotum, organ-organ tambahan meliputi duktus-duktus,
kelenjar-kelenjar dan penis.
2.1.1. Testis
Testis adalah organ reproduksi jantan yang memproduksi
spermatozoa dan hormon testosteron yang berfungsi dalam proses spermatogenesis
dan sifat maskulin. Berdasarkan hasil praktikum yang telah diamati, dapat
diketahui bahwa testis pada hewan jantan berbentuk lonjong berwarna putih pucat
sampai kekuningan dan letaknya didalam skrotum berbeda pada masing-masing
ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Partodiharjo (1982) yang menyatakan
bahwa testes berbentuk bulat panjang dan dengan sumbu memanjangnya ke arah vertikal.
Di dalam testes terdiri atas tubulus seminiferi yang mempunyai peranan penting
dalam pembentukan sperma. Toliehere (1981) menambahkan bahwa testis sebagai
organ kelamin primer mempunyai dua fungsi yaitu menghasilkan spermatozoa atau
sel-sel kelamin jantan dan mensekresikan hormon kelamin jantan yaitu
testosteron. Spermatozoa dihasilkan di dalam tubuli seminiferi atas pengaruh
FSH, sedangkan testosteron diproduser oleh sel-sel interstitial dari leydig
atas pengaruh ICSH (Interstitial Cell
Stimulating Hormone).
2.1.2. Epididimis
Epididimis adalah saluran sperma yang berada diluar testis
yang menghubungkan antara testis dan vas deferen. Epididimis memiliki struktur
yang panjang, bertautan dengan testis, berliku dan umumnya berbentuk U.
Epididimis terdiri dari 3 bagian yaitu caput epididimis yang merapat dibagian
atas testis, kemudian diarah lateral memanjang corpus epididimis, dan diujung
testis terdapat cauda (ekor) epididimis. Setiap bagian epididimis memiliki
fungsi yang berbeda. Hal ini sesuai dengan pendapat Toelihere (1981) bahwa epididimis
merupakan suatu struktur memnjang yang bertaut rapat dengan testis yang
mempunyai fungsi utama transport, maturasi dan penyimpanan. Partodiharjo (1998)
menambahkan bahwa epididimis bentuknya bulat panjang, besar pada pangkalnya
yang disebut kepala epididimis. Epididimis berfungsi sebagai transportasi,
pendewasaan, konsentarasi dan timbunan spermatozoa.
2.1.3. Vas deferen
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilaksanakan, maka
dapat diketahui bahwa saluran reproduksi sekunder pada jantan terdiri dari vas
deferen. Vas deferen merupakan saluran yang panjang dan berliku-liku, yang
berdampingan dengan corpus epididimis yang berfungsi mengangkut sperma dari
ekor epididimis ke ampula. Hal ini sesuai dengan pendapat Toelihere (1981)
bahwa Vas deferen mengangkut sperma dari ekor epididimis ke ampula.
Partodihardjo (1982) menambahkan bahwa vas deferen berfungsi menyalurkan sperma
dari ekor epididimis ke dalam ampula. Toelihere (1981) vas deferen atau ductus
deferen berperan dalam mengangkut sperma dari ekor epididimis ke uretra.
2.1.4. Kelenjar Asesoris
Kelenjar asesoris adalah organ
reproduksi sekunder yang terdiri tiga kelenjar yaitu kelenjar vesikularis
(vesicular seminalia / seminularis), kelenjar prostat dan kelenjar cowper.
Masing – masing kelenjar tersebut mempunyai fungsi yang berbeda pada kelenjar
vesikularis memiliki fungsi mensekresikan protein, potasium, fruktosa, asam
sitrat, asam askorbut, vitamin dan enzim dengan letak dibelakang dari ampula
dengan fungsi mensekresikan ion organik (Na, Cl, Ca, Mg). Kelenjar cowper
terletak didekat uretra lebih tepatnya dibawah uretra dengan fungsi
mensekresikan cairan dengan fungsi menetralisir pH dari uretra dan membersihkan
uretra. Ampula ialah saluran yang merupakan pembesaran dari vas deferen dengan
ujung yang bermuara pada uretra dengan fungsi mencampurkan sperma dengan
sekresi dari kelenjar asesoris. Hal ini sesuai dengan pendapat Blakely and Bade
(1998) bahwa kelenjar asesoris terdiri dari tiga bagian yaitu kelenjar
vesikularis yang berfungsi mensekresikan protein, potasium, fruktosa, asam
sitrat, asam askobat, vitamin dan enzim, kelenjar prostat yang mengeluarkan bau
khas sperma dan menutrisi sperma berupa ion organik, dan kelenjar cowper
berfungsi menetralisir dengan menghasilkan cairan untuk membersihkan. Frandson
(1992) menambahkan bahwa ampula merupakan saluran yang terbentuk karena
terjadinya pembesaran dari vas deferen dengan
muara yang menyambung ke uretra yang memiliki fungsi menghomogenisasikan sperma
dengan sekresi kelenjar asesoris dengan hasil cairan semen.
2.1.5. Uretra
Uretra merupakan sebuah
saluran tunggal yang membentang dari persambungan dengan ampula sampai ke
pangkal penis. Uretra berfungsi sebagai saluran kencing dan semen. Hal ini
sesuai dengan pendapat Partodihardjo (1982) bahwa uretha ialah saluran urogenitalis, jadi untuk urin
dan semen. Uretra juga merupakan bagian saluran yang tergantung dari tempat
bermuaranya ampula vas deferens sampai ke ujung penis. Menurut Toelihere (1981)
bahwa uretra dibedakan atas tiga bagian, antara lain bagian pelvis yaitu suatu saluran silindrik
dengan panjang 15-20 cm dan diselubungi oleh otot uretra yang kuat dan terletak
pada lantai pelvis. Bagian kedua yaitu bulbus
urethae adalah bagian yang melengkung seputar arcus ischiadicus dan bagian yang ketiga yaitu penis.
2.1.6. Penis
Berdasarkan
hasil praktikum yang telah diamati, maka dapat diketahui bahwa bentuk dan
ukuran penis sapi, domba dan babi berbeda. Berdasarkan atas bentuknya rata-rata
memiliki bentuk lonjong, bulat dengan perbedaan spesifik pada ujung penis
masing-masing ternak. Fungsi dari penis ialah sebagai organ eksternal dengan
dua fungsi yaitu sebagai saluran ekskresi urin dan menyalurkan semen ke organ
kelamin betina. Hal ini sesuai dengan pendapat Toelihere (1981), yang
menyatakan bahwa penis sapi termasuk dalam tipe fibro-elastik dan bersifat agak
kaku walaupun dalam keadaan tidak ereksi. Sebagian besar badan penis pada
keadaan tidak ereksi berbentuk huruf S ( flexura
sigmoidea) yang berada disebelah dorsocaudal skrotum. Penis merupakan organ
kopulasi yang terdiri dari 2 bagian yaitu gland penis dan penis. Penis
mempunyai dua fungsi utama yaitu menyemprotkan semen ke dalam alat reproduksi
betina dan sebagai tempat keluarnya urin. Partodihardjo (1982) menambahkan
bahwa penis mempunyai dua fungsi utama yaitu menyemprotkan semen ke dalam alat
reproduksi betina dan sebagai tempat keluarnya urin karena berhubungan langsung
dengan ureter/uretra. Penis sapi,
kambing, domba, babi mempunyai tipe fibro-elastis.
2.2. Perbedaan
Anatomi dan Fisiologi Organ Reproduksi Jantan pada Sapi, domba dan Babi
|
|
|
Sumber:
Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013.
|
Ilustrasi
4. Perbedaan Organ Reproduksi Jantan pada Sapi, domba dan Babi
Dari hasil
pengamatan anatomi organ reproduksi jantan dari ternak sapi, domba dan babi
ditemukan adanya perbedaan dari bentuk fisik ukuran, maupun letaknya. Pada sapi
mempunyai bentuk penis berbeda pada bentuknya pada domba berukuran lebih kecil
dengan adanya sebuah tonjolan pada ujung penisnya yang disebut processus urethrae dan pada babi
berukuran kecil dan panjang serta mempunyai ujung kecil seperti mata bor yang
dilengkapi kantung preputial. Selain perbedaan tersebut testis dari sapi, domba
dan babi juga mempunyai bentuk dan panjang yang berbeda. Hal ini sesuai dengan
pendapat Toelihere (1981) yang menyatakan bahwa penis sapi termasuk dalam tipe
fibro-elastik dan bersifat agak kaku walaupun dalam keadaan tidak ereksi.
Sebagian besar badan penis pada keadaan tidak ereksi berbentuk huruf S (flexura sigmoidea) yang berada disebelah
dorsocaudal skrotum. Pada sapi dewasa panjang penis mencapai lebih kurang 100
cm diukur dari akar sampai ke ujumg glands penis. Penis pada domba panjang
berukuran 35 cm dengan flexura sigmoidea
yang berkembang dengan baik, processus
urethrae yang mengandung bagian terminal uretra. Penis pada babi seperti
pada sapi tetapi flexura sigmoidea
terletak praescrotal. Perbedaan penis pada sapi, babi, dan domba adalah penis
pada domba terdapat sebuah tonjolan dan ekor pada ujung penisnya yang disebut processus urethrae yang memiliki fungsi
agar ketika terjadi kopulasi penis dapat masuk kedalam serviks karena jumlah
sperma yang dikeluarkan domba sangat sedikit sehingga harus tepat sasaran,
sedangkan pada sapi dan babi tidak punya.
2.3. Anatomi dan Fisiologi Organ Reproduksi
Ternak Betina
Berdasarkan hasil pengamatan organ
reproduksi betina, didapatkan hasil pengamatan sebagai berikut :
|
|
|
|
|
|
Sumber : Data
Primer Praktikum Reproduksi Ternak, 2013.
|
Sumber :
Toelihere, 1981.
|
Ilustrasi 5. Organ Reproduksi Betina pada Sapi, Domba dan Babi
Keterangan
: 1.) Ovarium 2.) Oviduct / Tuba fallopii 3.) Uterus 4.) Serviks
5.)
Vagina 6.) Vulva
Berdasarkan hasil
praktikum dapat diketahui bahwa organ reproduksi betina pada sapi, domba maupun
babi terdiri dari ovarium, oviduct /
tuba fallopii, uterus, serviks, vagina dan vulva. Hal ini sesuai dengan
pendapat Wodzicka
et al,
(1991) bahwa organ – organ reproduksi betina terdiri dari 2 buah ovary, 2 oviduct, uterus, serviks, vagina dan vulva. Blakely dan Bade (1991)
menambahkan bahwa alat kelamin betina pada dasarnya di bagi menjadi dua bagian
yaitu alat kelamin dalam dan alat kelamin luar. Alat kelamin dalam terdiri
dari ovarium, tuba falopii, kornoa
uteri, korpus uteri, servik dan vagina. Sedangkan alat kelamin luar terdiri
dari Vulva, Klitoris, Vestibulum vaginae,
dan vesibulae grand.
2.3.1. Ovarium
Ovarium adalah organ reproduksi primer pada betina yang
memiliki fungsi menghasilkan sel ovum dan hormon kelamin betina. Hal ini sesuai
dengan pendapat Partodihardjo (1982) yang menyatakan bahwa pada semua hewan
ovarium terdapat sepasang tempatnya dekat ginjal dimana gonat berasal. Besarnya
ovarium tergantung pada umur dan masa reproduksi hewan betina. Bentuk ovarium
berbeda-beda menurut spesies hewan dan jenis hewan itu. Ditambahkan oleh
pendapat Blakely dan Bade (1991) yang menyatakan bahwa ovarium seekor sapi
betina berbentuk menyerupai biji almond.
2.3.2. Oviduct
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, maka dapat diketahui
bahwa oviduct merupakan saluran
panjang dan kecil serta berkelok-kelok yang menjadi penghubung antara ovarium
dan uterus. Fungsi oviduct adalah
sebagai tempat terjadinya fertilisasi. Hal ini sesuai dengan Blakely dan Bade
(1991) yang menyatakan bahwa oviduk merupakan saluran lewatnya ovum dari tuba
fallopi ke infundibulum. Tuba uterina bersifat bilateral, strukturnya
berliku-liku yang menjulur dari daerah ovarium ke kornua uterina dan
menyalurkan ovum, spermatozoa, dan zigot. Rianto dan Purbowati (2011)
menambahkan bahwa oviduct berfungsi
untuk mengangkat ovum dan spermatozoa yang arahnya saling berlawanan.
2.3.3. Uterus
Uterus terdiri dari struktur yang menyerupai tanduk yang
terdiri dari cornua, corpus dan serviks yang berbeda tiap jenis ternaknya. Hal ini sesuai dengan pendapat Blakely dan
Bade (1991) yang menyatakan uterus terdiri dari struktur yang menyerupai dua
tanduk domba dengan satu badan yang sama. Uterus babi tergolong uterus bicornis
dengan cornua yang sangat panjang tetapi
corpus yang sangat pendek. Pada sapi, domba dan kuda tergolong uterus
bipartitusdimana terdapat suatu dinding penyekat (septum) yang memisahkan kedua
cornua dan corpus uteri. Uterus memiliki fungsi sebagai tempat tumbuh dan
berkembangnya embrio. Hal ini sesuai dengan Rianto dan Purbowati (2011) yang
menyatakan bahwa fungsi uterus adalah sebagai tempat untuk menyimpan dan
memelihara embrio atau foetus.
2.3.4. Serviks
Dari hasil praktikum diamati, maka dapat diketahui bahwa
serviks memiliki bentuk yang membulat seperti cincin dan kadang pula tidak
beraturan. Serviks merupakan sambungan dari uterus yang menuju ke vagina.
Serviks berfungsi sebagai pintu yang menutup kemungkinan masuknya bakteri ke
dalam uterus. Disamping itu serviks juga menghasilkan mucus atau lendir pelicin
yang berfungsi untuk membantu pada saat terjadi kopulasi. Hal ini sesuai dengan
pendapat Frandson (1992) yang menyatakan bahwa serviks atau leher uterus
mengarah ke kaudal menuju ke vagina. Serviks merupakan spingter otot polos yang
kuat, dan tertutup rapat kecuali pada saat terjadi birahi atau pada saat
kelahiran. Serviks akan mengeluarkan mucus yang mengalir ke vulva. Peningkatan
jumlah mucus berguna mencegah masuknya zat-zat yang membawa infeksi dari vagina
ke dalam uterus. Blakely and Bade (1998) menambahkan bahwa serviks adalah suatu
struktur yang mempunyai spingter yang memisahkan rongga urin dengan rongga
vagina. Fungsinya adalah menutup uterus dari masuknya invasi bakteri maupun
bahan-bahan asing. Saat birahi serviks berfungsi sebagai jalan masuknya sperma.
2.3.5. Vagina
Vagina memiliki bentuk seperti tabung (pipa), yang berwarna
pucat (putih kekuningan). Vagina merupakan perpanjangan dari serviks yang
berdinding tipis. Vagina berfungsi sebagai organ kopulasi yang menerima penis
saat terjadi kopulasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Hardjopranjoto (1995)
yang menyatakan vagina terletak dibagian belakang dari rongga pelvis dari
sebelah atas dari kantong kencing, dinding vagina tipis terdiri dari otot
licin, lumennya diseliputi oleh selaput mukosa yang berlipat-lipat, tanpa
kelenjar, dimana lapisan mukosanya memperlihatkan berbagai keadaan secara
fungsional tergantung kepada fase dari siklus birahinya. Blakely and Bade
(1998) menambahkan bahwa vagina merupakan tempat ditumpahkannya semen oleh
penis pejantan.
2.3.6. Vulva
Vulva merupakan alat kelamin betina bagian luar yang berada
tepat dibawah anus yang berfungsi sebagai bagian untuk mendeteksi birahi,
tempat masuknya penis serta jalan keluarnya foetus. Vulva memiliki bibir yang
disebut labia mayor dan minor. Hal ini sesuai dengan pendapat Hardjopranjoto
(1995) bahwa vulva adalah ujung paling belakang dari alat kelamin betina,
berasal dari ektoderm yang terdeferensiasi dan bersambung dengan saluran muller
didepannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Rianto dan Purbowati (2011) yang
menyatakan bahwa vulva merupakan bagian alat kelamin betina paling luar,
terdiri atas vistibule dengan bagian saling berhubungan dan labia.
2.4. Perbedaan Anatomi dan Fisiologi Organ
Reproduksi Betina pada Sapi, Domba dan Babi
|
|
|
Sumber:
Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013.
|
Ilustrasi
6. Perbedaan Organ Reproduksi Betina pada Sapi, domba dan Babi.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilaksanakan, maka
dapat diketahui bahwa bentuk ovarium pada ternak sapi, domba dan babi
berbeda-beda. Pada sapi dan domba ovarium berbentuk oval seperti biji almond
sedangkan pada babi berbentuk seperti buah anggur. Uterus pada babi, domba dan
sapi berbeda, pada babi uterusnya merupakan tipe bicornis dengan ciri panjang
berkelok-kelok dan luasannya tidak terlalu kebar sedangkan pada sapi dan domba
uterusnya merupakan tipe bipartite yang memiliki anatomi tidak terlalu panjang
namun agak lebar. Hal ini sesuai dengan pendapat Toelihere (1981) bahwa pada
sapi dan domba ovarium berbentuk oval seperti biji almond sedangkan pada babi
ovarium berbentuk lonjong seperti setangkai buah anggur karena banyaknya
folikel dan/atau corpora lutea. Partodihardjo (1982) yang menyatakan bahwa pada
semua hewan ovarium terdapat sepasang tempatnya dekat ginjal dimana gonat
berasal. Besarnya ovarium tergantung pada umur dan masa reproduksi hewan
betina. Bentuk ovarium berbeda-beda menurut spesies hewan dan jenis hewan itu.
BAB
III
SIMPULAN
DAN SARAN
3.1. Simpulan
Berdasarkan hasil
praktikum dapat disimpulkan bahwa organ reproduksi sapi jantan, babi jantan dan
domba jantan memiliki sepasang testis,
epididimis, vas deferen,
kelenjar asesoris dan penis.
Pada dasarnya organ reproduksi pada sapi, maupun babi adalah sama. Perbedaannya
terletak pada penis yaitu ukurannya dan pada domba terdapat processus
urethralis yang terletak pada ujung penis,
dan pada penis babi terdapat sebuah kantung yang disebut kantung preputial,
ujung penis seperti mata bor untuk menyesuaikan dengan serviks
pada babi betina. Organ reproduksi betina pada sapi, domba dan babi juga sama
secara fisiologisnya yang terdiri atas ovarium, oviduct, uterus, servik, vagina, dan vulva. Perbedaan dari organ
reproduksi ketiga ternak tersebut ialah terdapat pada ovarium, pada babi ovary-nya berbentuk seperti buah anggur
sedangkan pada sapi dan domba berbentuk seperti kacang almond. Uterus pada
babi, sapi dan domba juga berbeda pada babi bertipe bicornis dengan tanduk
uterus panjang dan berlekuk-lekuk sedangkan pada sapi dan domba bertipe
bipartite yang tidak begitu panjang dan berlekuk-lekuk.
3.2. Saran
Mengamati organ reproduksi baik jantan maupun betina
sebaiknya lebih teliti agar mendapatkan hasil yang jelas.
DAFTAR
PUSTAKA
Blakely, J. dan D. H. Bade. 1998. Ilmu Peternakan. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta. Diterjemahkan oleh B. Srigandono.
Frandson, R., D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hardjopranjoto, M.S. 1995. Ilmu Kemajiran pada ternak.
Erlangga University Press, Surabaya.
Partodihardjo,
S. 1982. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara, Jakarta.
Rianto, E. dan E. Purbowati. 2011. Panduan Lengkap
Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Toelihere, M. R. 1981. Fisiologi
Reproduksi pada Ternak. Angkasa, Bandung.
Villee,
C.A., Warren, F. W. dan Robert, D.B. 1999. Zoologi Umum edisi keenam. Erlangga,
Jakarta.
Wodzicka, M. T.
1991. Reproduksi, Tingkah
Laku, dan Produksi Ternak di Indonesia. Gramedia,
Jakarta.
Diterjemahkan oleh I Ketut Sutama, I GedePutu, dan D. C Thamrin.
BAB
I
MATERI
DAN METODE
Acara Praktikum Ilmu
Reproduksi Ternak dengan materi sel gamet jantan dan betina yang dilaksanakan
pada tanggal 22 April 2013 pukul 07.00-09.00 WIB di Laboratorium Genetika, Pemuliaan dan Reproduksi Ternak, Fakultas
Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang.
1.1. Materi
Materi yang digunakan
dalam praktikum sel gamet adalah straw, semen beku, NaCl fisiologis, mikroskop,
gelas objek, gunting utuk memotong straw, spuit, cawan petridis untuk
meletakkan sperma dengan spuit serta buku dan alat tulis untuk mencatat dan
mengambar hasil pengamatan.
1.2. Metode
Untuk metode pengamatan
sel gamet jantan pertama-tama ambil straw dari starw kontainer, lakukan thawing
selama kurang lebih 30 detik, setelah itu potong ke dua ujung straw dan
letakkan cairan sperma ke gelas objek dan amati dengan mikroskop. Untuk sel
gamet betina, siapkan ovarium ternak, ambil ovum menggunakan spuit, letakkan
pada cawan petridis dan amati dibawah mikroskop lalu gambar, sebutkan dan
jelaskan bagian-bagiannya.
BAB
II
HASIL
DAN PEMBAHASAN
2.1. Spermatogenesis
Spermatogenesis
adalah proses pembentukan sperma (gamet jantan), tepatnya pada tubulus
seminiferus. Hal tersebut
sesuai dengan pendapat Villee et al., (1999)
yang berpendapat bahwa pembentukan sperma terjadi secara siklik di semua bagian
tubulus seminiferi, dimana tiap satu bagian tubulus terjadi berbagai tahapan
yang terjadi secara berurutan.
|
Ilustrasi 7.
Spermatogenesis
Pada bagian dari tubulus seminferus terdapat spermatogonia
yang merupakan sel diploid pembentuk sperma yang belum terdiferensiasi.
Spermatogenesis bermula dengan terjadinya proses pembelahan mitosis I, kemudian
mengalami pembelahan tubuh dan diiringi dengan pembelahan kromosom (meiosis I
dan meiosis II). Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ville et al., (1999) bahwa spermatogenesis dimulai dengan pertumbuhan
spermatogonium menjadi sel yang lebih besar yang disebut sperrmatosit primer.
Sel-sel ini membelah menjadi dua spermatosit sekunder yang sama besar, yang
kemudian mengalami pembelahan meiosis menjadi empat spermatid yang sama besar
pula. Spermatid ini, yaitu merupakan gamet dewasa dengan sejumlah kromosom
haploid. Spermatid berubah menjadi sperma yang fungsional, nukleus mengecil dan
menjadi kepala sperma, sedangkan sebagian sitoplasmanya dibuang. Granula
sekretori dari badan golgi berkumpul pada ujung sperma dan membentuk sebuah
tudung yang disebut akrosom. Hal ini juga sependapat dengan Wodzicka
et al., (1991) yang berpendapat bahwa spermatogenesis
merupakan proses yang berkesinambungan selama hidup dan dimulai dengan
pembelahan sel benih atau sperrmatogenia. Hal tersebut menghasilkan
spermatogonia pengganti dan calon spermatozoa.
2.2. Sel
Gamet Jantan
Berdasarkan hasil pengamatan sel gamet jantan, didapatkan hasil pengamatan sebagai berikut
:
|
|
|
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi
Ternak, 2013
|
Ilustrasi 8. Sel sperma jantan
Keterangan:
1.) Akrosom 2.) Nukleus 3.) Sitoplasma 4.) Sentriol 5.) Mitokondria 6.) Ekor
Spermatozoa.
Berdasarkan hasil pengamatan sel gamet jantan didapatkan
hasil bahwa bagian kepala spermatozoa terdiri atas akrosom,
sitoplasma dan nukleus. Akrosom berfungsi menghasilkan enzim yaitu hyluronidase, akrosom
yang melapisi kepala spermatozoa yang berfungsi untuk menembus
dinding corona radiata. Sitoplasma
merupakan sel yang didalamnya terdapat nukleus, sedangkan nukleus
tersebut merupakan
inti sel yang mengandung materi genetik dan mengatur dari segala aktifitas. Hal
ini sesuai dengan Dellmann dan Brown (1992) yang
berpendapat bahwa sperma terdiri dari kepala sperma, badan sperma, ekor utama
dan ujung ekor. Hal ini diperkuat oleh pendapat Toelihere (1981) yang
menyatakan bahwa spema terdiri atas bagian kepala, bagian tengah atau badan
sperma dan ekor.
2.2.1. Akrosom
Berdasarkan hasil praktikum didapatkan hasil bahwa bagian kepala
spermatozoa terdapat akrosom yang berfungsi menghasilkan enzim yaitu hyaluronidase, akrosom yang melapisi kepala spermatozoa yang berfungsi untuk
menembus dinding corona radiata. Hal ini sesuai dengan pendapat Villee et al., (1999) bahwa pada kepala sperma
bagian depan terdapat akrosom yang mengandung enzim yang berperan dalam
menembus membran sel telur. Bagian tengah dari kepala sperma terdapat nukleus
yang berfungsi sebagai pembawa DNA atau informasi genetik. Toelihere (1981) menambahkan
bahwa kepala sperma terisi sepenuhnya dengan materi inti, kromosom terdiri dari
DNA yang bersenyawa dengan protein.
2.2.2. Sitoplasma
Pada bagian kepala sperma terdapat juga sitoplasma yang berada pada
bagian luar nukleus yang berfungsi sebagai pelindung nukleus, transfer ke inti
sel, dan sebagai sumber nutrisi atau energi bagi sperma. Hal ini sesuai dengan pendapat
Hardjopranjoto (1995) yang menyatakan bahwa sitosol pada sitoplasma mengisi
ruang sel yang tidak ditempati organel dan vesikula dan menjadi tempat banyak
reaksi biokimiawi serta perantara transfer bahan dari luar sel ke organel atau
inti sel. Villee et al., (1999)
menambahkan bahwa sperma matang hanya mempunyai lapisan tipis sitoplasma yang
mengelilingi mitokrondia di bagian tengah dan filamen sumbu ekor.
2.2.3. Nukleus
Berdasarkan hasil praktikum, didapatkan hasil bahwa nukleus
merupakan inti sel yang dilapisi oleh
sitoplasma. Nukleus berfungsi untuk membawa materi genetik. Hal ini
sesuai dengan pendapat Toelihere (1981) menyatakan bahwa di dalam kepala sperma
terdapat materi inti, kromosom, terdiri dari DNA dan bersenyawa dengan protein.
Informasi genetik yang dibawa oleh spermatozoa diterjemahkan dan disimpan
didalam molekul DNA yang tersusun atas banyak nukleotida. Fungsi nukleus adalah
sebagai pusat pengatur segala aktivitas dan pembawa sifat gen. Frandson (1993) berpendapat bahwa fungsi utama nukleus adalah membawa pesan-pesan gen. Ciri sperma yang baik yaitu sperma yang mampu
menembus ovum.
2.2.4. Sentriol (Connecting piece)
Berdasarkan
hasil praktikum, didapatkan hasil bahwa pada spermatozoa terdapat penghubung
antara kepala dengan leher yang disebut connecting piece. Pada
bagian tengah dari sperma tersebut terdapat cincin sentriol yang berfungsi
sebagai penyuplai untuk kematangan spermatid dan mengangkut androgen ke sel-sel
derminal dan hal ini sesuai dengan pendapat Toelihere (1981) yang menyatakan
bahwa sentriol berfungsi sebagai penyuplai makanan bagi spermatid. Frandson
(1993) menambahkan bagian badan sperma dimulai dari selubung mitokondria hingga
cincin terminal atau daerah sentriol distal.
2.2.5. Mitokondria
Berdasarkan
praktikum sel sperma di peroleh hasil
bahwa bagian badan dari sperma mengandung mitokondria. Mitokondria berfungsi sebagai penghasil energi untuk pergerakan sperma.
Hal ini sesuai dengan pendapat Villee et
al., (1999) yang menyatakan bahwa mitokondria sangat penting dalam
pembentukan ATP yang merupakan sumber energi untuk pergerakan ekor sperma. Frandson
(1993) menambahkan bahwa bagian tengah pada sperma terdapat mitokondria sebagai
pusat tenaga sperma. Mitokondria menghasilkan energi dalam bentuk ATP yang
berfungsi untuk pergerakan spermatozoa.
2.2.6. Ekor
Spermatozoa
Bedasarakan hasil praktikum didapatkan hasil bahwa bagian
ekor sperma merupakan bagian yang mengatur gerak yaitu bergerak menuju sel
ovum. Pergerakan ekornya seperti spiral dan memutar. Hal ini sesuai dengan
Pendapat Toelihere (1981) yang menyatakan bahwa bagian ekor spermatozoa dimulai
dari leher yang menampung sentriol proksimal membentuk seperti cambuk atau
disebut aksonema yaitu berfungsi untuk karakteristik gerakan ke arah depan di
uterus dan tuba falopi serta pergerakan seperti lecutan cambuk dan berputar
agar sperma dapat memenetrasi sel telur. Dellman dan Brown (1992) menambahkan
bahwa ekor spermatozoa merupakan struktur kompleks filamen aksial mirip dengan
bagian badan. Serabutnya bervariasi menurut ukuran, bentuk, dan memipih ke arah
ujung ekor.
2.3. Perbedaan Sel Gamet Jantan pada Sapi,
Domba
dan Ayam
Berdasarkan
hasil pengamatan sel gamet jantan pada sapi, domba, dan ayam, di dapatkan hasil
pengamatan sebagai berikut :
|
|
|
Ilustrasi 9.
Perbedaan Sel Gamet Jantan pada Sapi, Domba dan Ayam
Perbedaan sel sperma pada sapi, domba, dan ayam adalah terletak pada bentuk
kepala sperma. Pada sapi dan domba, kepala sperma berbentuk oval, pada ayam,
kepala sperma berbentuk prisma atau seperti “pedang”. Hal ini sesuai dengan
pendapat Toelihere (1981) yang menyatakan bahwa sperma sapi dan kambing
memiliki kepala berbentuk oval dan ekor yang panjang. Ayam memiliki bentuk
kepala seperti pedang dan meruncing. Hardjopranjoto (1995) berpendapat bahwa sperma ayam bentuknya memanjang seperti benang atau
spindel, sedangkan sperma pada
sapi kepala sperma berbentuk oval, berbadan sel
yang agak panjang dan berekor tipis yang lebih panjang dibandingkan badannya.
2.4. Oogenesis
Oogenesis adalah pembentukan sel ovum dari organ reproduksi betina. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Brooker (2005) yaitu proses oogenesis yaitu
pembentukan dan pematangan oosit di ovarium. Semua oosit muncul saat lahir
walaupun dalam kondisi matur.
|
Sumber:
http//arief.blogspot.com/2009/08/oogenesis.html
|
Ilustrasi 10. Oogenesis
Proses pembentukan oogenesis dimulai dari pembelahan mitosis, pembelahan
meiosis I dan meiosis II. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Wodzicka (1991) bahwa folikel mulai tumbuh dan mengalami
proses meiosis atau pembelahan sepeti yang terjadi pada tahapan spermatogenesis
untuk menjamin kromosom 2n. Hal ini
juga diperkuat oleh pendapat Ville et
al., (1999) yang berpendapat bahwa dalam perkembangan awal oogonium
mengalami banyak proses pembelahan mitosis dan meiosis untuk menghasilkan oosit
primer yang selanjutnya berkembang menjadi satu sel ovum.
2.5. Sel Gamet Betina
Berdasarkan hasil pengamatan sel gamet betina, didapatkan hasil
pengamatan sebagai berikut :
|
|
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi
Ternak, 2013
|
dictionary.com
|
Ilustrasi 11. Sel Gamet Betina
Keterangan: 1.) Cumullus
Oophorus (Corona Radiata) 2.) Zona
pellucida
3.)
Membran Vitellin 4.) Sitoplasma 5.) Nukleus
2.5.1. Cumullus Oophorus (Corona
Radiata)
Cumullus Oophorus merupakan salah satu
pelindung ovum bagia paling luar yang memiliki fungsi seperti menseleksi
sperma, dimana fungsi ini tepatnya berguna untuk menseleksi akrosom yang baik,
kemudian sebagai pembersih dari sperma yang tidak lolos seleksi serta memberi
nutrisi pada sperma. Hal ini sesuai
dengan pendapat Dellmann dan Brown (1992) yang menyatakan bahwa pada folikel
tersier yang besar, bentuk sel-sel granulosa yang langsung mengitari oosit
menjadi silinder dengan susunan radial, dikenal sebagai corona riadiata. Toelihere
(1981) menambahkan bahwa corona radiata
terdapat diantara lapisan sel-sel cumulus dan oocyt yaitu suatu lapisan sel-sel
kompak mengelilingi zona pellucida ke dalam membran vitelin untuk memberi
makanan bagi oocyt untuk kehidupan dan pertumbuhannya.
2.5.2. Zona Pelucida
Zona
pelucida merupakan lapisan ovum ketiga yang berfungsi
sebagai pelindung dan tempat seleksi sperma. Zona
pelucida juga merupakan glikoprotein
yang membungkus oosit. Hal ini sesuai dengan pendapat Hardjopranjoto
(1995) yang menyatakan bahwa zona pellucida adalah selaput yang homogen dan
bersifat mudah ditembus karena tipisnya, yang memungkinkan protein dapat
dicerna oleh enzim proteolitik seperti tripsin dan kemotripsin. Toelihere
(1981) menambahkan bahwa zona pellucida adalah suatu selaput yang homogen dan
semi permeabel terbuat dari suatu protein yang dapat dilebur oleh enzim-enzim
proteolitik, seperti trypsin dan chymotrypsin.
2.5.3.
Membran Vitelin
Membran vitelin merupakan membran yang berfungsi menyeleksi
sperma yaitu memisahkan kepala dengan ekor, fungsi lain dari membran vitelin
adalah untuk difusi, pengangkut aktif, dan sebagai blokade vitelin. Hal ini
sesuai dengan pendapat Toelihere (1981) bahwa membran vitelin adalah suatu
diferensiasi cortical oocyt dan dapat dianggap mempunyai
struktur dan sifat-sifat yang sama dengan membran plasma sel-sel somatik, yang
berguna untuk difusi dan pengangkutan aktif. Hardjopranjoto (1995) menambahkan
bahwa membran vitelin adalah diferensiasi bagian pinggir dari oosit, dapat
dipandang mempunyai bentuk dan sifat yang sama dengan selaput plasma dari dua
sel somatis.
2.5.4.
Sitoplasma
Sitoplasma merupakan
lapisan yang paling dalam yang membungkus nukleus, memberi nutrisi dan terjadi
metabolisme ovum. Hal ini sesuai dengan pendapat Toelihere (1981) yang
menyatakan bahwa Fungsi sitoplasma adalah untuk metabolisme sel, transpor
nutrisi, dan blokade ovum. Ville et
al., (1999) menambahkan bahwa, sitoplasma mengandung gelembung-gelembung
lemak dan kristal atau butir protein atau glikogen yang disimpan untuk disimpan
kemudian hari. Disamping itu sitoplasma mengandung organel sel yang metablik
aktif seperti mitokondrion, retikulum endoplasma, dan badan golgi.
2.5.5.
Nukleus
Nukleus
merupakan inti dari sel yang berbentuk bundar atau lonjong. Letaknya dapat
tetap di tengah sel, dapat pada satu sisi, atau bergerak berpindah pada waktu
sel bergerak atau berubah bentuk dan berfungsi untuk mengatur aktivitas sel dan
membawa kode genetik. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1993) bahwa fungsi utama
nukleus adalah membawa pesan-pesan gen. Ville et al., (1999) menambahkan bahwa nukleus adalah pusat penting untuk
mengendalikan proses seluler dan diperlukan untuk pertumbuhan dan pembelahan
sel.
2.6.
Tipe-tipe Ovum
|
|
|
|
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu
Reproduksi Ternak, 2013.
|
Ilustrasi
12.
Tipe-tipe Ovum
A, B, C dan D
Berdasarkan hasil
praktikum diketahui ada empat macam tipe ovum yaitu tipe A, B, C, D. Tipe A
adalah ovum yang zona pellucida dikelilingi oleh cumulus oophorus yang
letaknya saling berdekatan dan saling merapat serta jumlahnya yang sangat banyak. Masing-masing tipe dibedakan menurut kuantitas dan tingkatan pada lapisan terluar atau pada
korona radiata. Ovum tipe A memiliki lebih dari 6 lapisan. Ovum tipe B
memiliki 4-6 lapisan dengan kualitas kurang baik, sedangkan Ovum tipe C
memiliki 2-4 lapisan dengan kualitas yang jelek. Ovum tipe D
memiliki 1 lapisan korona radiata dengan kualitas yang paling buruk. Toelihere (1981) berpendapat bahwa sel telur (ovum)
terletak pada satu sisi ovarium terbungkus dalam cumulus oopharus. Cumulus
oopharus dibentuk oleh ovum dan sel-sel granulosa sekitarnya.
BAB III
SIMPULAN
DAN SARAN
3.1. Simpulan
Berdasarkan hasil dari praktikum pengamatan sel
gamet dapat disimpulkan bahwa sel gamet jantan atau disebut dengan spermatozoa
terdiri atas kepala, leher, dan ekor. Bagian kepala spermatozoa terdiri dari
akrosom dan nukleus. Leher spermatozoa terdiri dari connecting piece, membran plasma, mitokondria sheat. Bagian-bagian ovum atau sel gamet betina
terdiri dari cumullus oophorus, corona radiata, zona pelucida, membran
vitelin, sitoplasma, dan nukleus.
Proses
pembentukan sel kelamin jantan disebut dengan spermatogenesis, sedangkan proses
pembentukan sel kelamin betina disebut dengan oogenesis.
Perbedaan tipe
spermatozoa yaitu sperma pada ayam berbentuk lancip atau runcing, sperma pada
kambing dan sapi berbentuk bulat. Tipe-tipe ovum yaitu tipe A,B,C dan D yang dilihat dari
ketebalan lapisan cumullus oophorus.
Tipe A lapisannya >6, tipe B 4-6, tipe C 2-4 dan tipe D lapisannya <2.
3.2. Saran
Sebaiknya melakukan praktikum secara teliti agar data yang didapat
akurat dan benar. Selain itu pada saat praktikum sebaiknya terdapat ovum yang
nyata dan tidak hanya gambar agar praktikan lebih memahami.
DAFTAR
PUSTAKA
Brooker, Chris. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Buku
Kedokteran EGC. Jakarta
Dellmann
H. D. dan E. S. Brown. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner Edisi Ketiga. Universitas Indonesia Press,
Jakarta. Di terjemahkan oleh Hartono R.
dan S. S. Juwono.
Frandson, R., D. 1993. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.
Hardjopranjoto, S. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Airlangga University Press, Surabaya.
Toelihere,
M. R. 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa, Bandung.
Villee,
C.A., Warren F.W. dan Robert D.B. 1999. Zoologi Umum. Erlangga, Jakarta.
Wodzicka, M. T.
1991. Reproduksi, Tingkah
Laku, dan Produksi Ternak di Indonesia. Gramedia,
Jakarta.
Diterjemahkan oleh I Ketut Sutama, I GedePutu, dan D. C Thamrin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar