Laman

Rabu, 03 Juli 2013

cangkag telur sebagai sumber kalsium alami

TUGAS MAKALAH PENGETAHUAN HASIL TERNAK

 UTILISATION OF EGG SHELL WASTE
use of shell eggs as a source of natural calcium in animal feed










Di susun oleh:


Zakiyah Wulansari   23010111120061
Choirul Badriyah      23010111130088
Lina Rahmawati       23010111130081
Susana                        23010111130086




FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013

BAB I
PENDAHULUAN
Telur merupakan salah satu bahan makanan yang sudah akrab dengan masyarakat Indonesia. Telur sebagai sumber protein mempunyai banyak keunggulan antara lain, kandungan asam amino paling lengkap dibandingkan bahan makanan lain seperti ikan, daging, ayam, tahu, tempe, dll. Telur mempunyai citarasa yang enak sehingga digemari oleh banyak orang. Telur juga berfungsi dalam aneka ragam pengolahan bahan makanan. Selain itu, telur termasuk bahan makanan sumber protein yang relatif murah dan mudah ditemukan. Hampir semua orang membutuhkan telur.
            Telur yang sudah diolah menjadi bahan makanan, cangkang atau kulit telurnya tentu sudah tidak terpakai lagi. Masyarakat umumnya membuang limbah cangkang kulit tersebut tanpa memanfaatkannya terlebih dahulu. Di Indonesia produksi kulit telur akan terus berlimpah selama telur diproduksi di bidang peternakan serta digunakan di restoran, pabrik roti dan mie sebagai bahan baku pembuatan makanan. Menurut data Direktorat Jenderal Peternakan (2009), produksi telur di Indonesia tahun 2009 sebesar 1.013.543 ton. Cangkang telur mengandung mineral-mineral yang seimbang termasuk kalsium.

BAB II
PEMBAHASAN
Cangkang telur mengandung kalsium yang baik karena kandungan mineralnya yang seimbang. Cangkang telur dapat digunakan sebagai sumber kalsium alami yang mudah dicerna dan diserap oleh tubuh.
Peneliti Belanda baru-baru ini melaporkan efek yang sangat positif dari kalsium cangkang (dengan menambahkan magnesium dan vitamin D) pada kepadatan mineral tulang dalam studi ilmiah (double blind, placebo-controlled). Dalam penelitian tersebut diketahui bahwa kelompok yang diberi suplementasi tersebut mengalami penambahan ukuran tulang pinggul secara signifikan per tahun.
Para peneliti di Universitas Jepang, Tokyo, mempelajari kombinasi vitamin D3 dan bubuk cangkang telur pada hewan yang mengalami osteoporosis. Tidak hanya itu bubuk cangkang telur dengan vitamin D3 dapat meningkatkan kepadatan mineral tulang, namun apabila penggunaanya berlebih maka akan meningkatkan kandungan kalsium darah.
Segala jenis telur (ayam, angsa, bebek) dapat dimanfaatkan, namun yang terbaik adalah menggunakan telur organik yang bersertifikat organik atau dari burung angon. Jika unggas tidak mendapatkan nutrisi yang tepat, maka cangkang telur juga tidak akan mengandung nutrisi yang cukup. 
Karakteristik Cangkang Telur
Cangkang Telur mempunyai banyak pori yang penting untuk pertukaran udara. Di dalam cangkang terdapat selaput tipis, di salah satu ujung telur, selaput tidak menempel pada cangkang sehingga membentuk rongga udara.
Jenis-jenis Telur :

a.) Telur Burung Puyuh, ciri-cirinya :
  • Ukurannya kecil.
  • Warna kulitnya bercak-bercak hitam kecoklatan.
  • Kulit kerabangnya tipis, dilapisi lapisan kulit atau membran yang alot, sehingga mudah robek.
b.) Telur Itik / Bebek, ciri-cirinya :
  • Kulitnya berwarna hijau kebiruan, meskipun ada yang berwarna putih.
  • Kulitnya lebih tebal dibandingkan dengan telur ayam.
  • Pemakainnya terbatas, karena berbau amis.
c.) Telur Penyu, ciri-cirinya :
  • Bentuknya bulat seperti bola pingpong.
  • Warnanya kelabu.
  • Kulitnya lunak, tetapi tidak mudah pecah.
  • Banyak terdapat di pinggiran pantai.
d.) Telur Ayam Negeri, ciri-cirinya :
  • Bentuknya lonjong.
  • Warna kulitnya kuning kecoklatan.
  • Banyak dihidangkan sebagai lauk-pauk atau hiasan untuk hidangan.
e.) Telur Ayam Kampung, ciri-cirinya :
  • Bentuknya lonjong, ukurannya lebih kecil dari telur ayam negri.
  • Warnanya putih agak kecoklatan.
  • Warna kuning telurnya lebih pekat daripada telur ayam negri.
  • Kuning telurnya biasa digunakan untuk campuran jamu.

f.) Telur Angsa, ciri-cirinya :
  • Bentuknya lonjong dan besar.
  • Warna kulitnya sama dengan telur ayam.
  • Jarang di dapat.
Kandungan dari Cangkang Telur
                   Kulit telur ayam tersusun atas senyawa protein sederhana yang berupa albumin dan memiliki struktur yang kuat. Di dalam kulit telur ayam terkandung logam mineral anorganik yang berupa Ca. Kulit telur kering mengandung sekitar 95%  kalsium karbonat dengan berat 5,5 gram. Kulit telur terdiri atas 97% kalsium karbonat. Selain itu, rerata dari kulit telur mengandung 3% fosfor dan 3% terdiri atas magnesium, natrium, kalium, seng, mangan, besi, dan tembaga.  
Satu cangkang telur berukuran sedang dapat dijadikan sekitar satu sendok teh bubuk, yang menghasilkan sekitar 750-800 mg elemen kalsium ditambah unsur lainnya, yaitu magnesium, boron, tembaga, besi, mangan, molibdenum, belerang, silikon, zinc, dll. Totalnya ada 27 unsur. Komposisi cangkang telur sangat mirip dengan tulang dan gigi.
Beberapa orang membutuhkan lebih banyak magnesium daripada kalsium, tergantung pada berapa banyak kalsium yang mereka peroleh dari makanan. Jangan mengambil lebih dari 500 mg kalsium pada satu waktu karena tubuh tidak mampu menyerap lebih dari itu pada waktu yang sama.
 
Cara Membuat Cangkang telur bubuk:
1. Cuci cangkang telur dalam air hangat sampai bersih, namun membrannya jangan dihilangkan, setelah itu cangkang dikeringkan
2. Pecahkan cangkang telur menjadi potongan-potongan kecil, dan menggilingnya menjadi bubuk halus dalam food processor, blender, penggiling kopi, atau pabrik kacang, atau menempatkannya dalam kantong plastik dan menggunakan rolling pin untuk menggilingnya.
3. Taruhlah bubuk cangkang telur dalam wadah kaca tertutup rapat dan simpan dalam ruang tertutup seperti lemari dapur atau tempat lain.
Catatan: Satu cangkang (ukuran tidak disebutkan) menghasilkan sekitar 750-800 mg elemen kalsium. Oleh karena itu 3 butir telur akan berisi 2.250 - 2.400 mg.

BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa cangkang telur dapat digunakan sebagai sumber kalsium alami yang mudah dicerna, diserap serta bermanfaat untuk tubuh. Kulit telur ayam tersusun atas senyawa protein sederhana yang berupa albumin dan memiliki struktur yang kuat. Di dalam kulit telur ayam terkandung logam mineral anorganik yang berupa Ca. Kulit telur kering mengandung sekitar 95%  kalsium karbonat dengan berat 5,5 gram. Selain itu, rerata dari kulit telur mengandung 3% fosfor dan 3% terdiri atas magnesium, natrium, kalium, seng, mangan, besi, dan tembaga.  Satu cangkang telur berukuran sedang dapat dijadikan sekitar satu sendok teh bubuk, yang menghasilkan sekitar 750-800 mg elemen kalsium ditambah unsur lainnya, yaitu magnesium, boron, tembaga, besi, mangan, molibdenum, belerang, silikon, zinc, dll. Cangkang Telur mempunyai banyak pori yang penting untuk pertukaran udara. Di dalam cangkang terdapat selaput tipis, di salah satu ujung telur, selaput tidak menempel pada cangkang sehingga membentuk rongga udara.
 Jadi cangkang telur yang mengandung berbagai komponen-komponen penting yaitu sebagai sumber kalsium alami yang cocok sebagai pakan ternak unggas untuk memenuhi kebutuhan mineralnya.


PHT, Hasil Ikutan Ternak

Konsep Dasar:
1. Pencegahan

  • Pemanfaatan Limbah (by product)
  • Penggunaan kembali bahan yang masih dapat digunakan (reuse)
  • Daur ulang bahan menjadi produk lain (recycle)
  • perolehan kembali bahan yang sudah digunakan (refine)


  • 2. Penanggulangan
    • Pengolahan limbah
    • Pemanfaatan sisa pengolahan limbah
    • Pembuangan limbah
    Manfaat:
    • Meningkatkan sanitasi perusahaan dan kualitas produk
    • Meningkatkan kesehatan produksi ternak
    • Mendorong tumbuhnya industri sekunder
    • Menciptakan lapangan kerja
    • Mempengaruhi struktur kerja
    • Meningkatkan produksi bidang lain, contoh: pertanian
    Sapi --> pemotongan --> pengolahan dan pengemasan

    Pemanfaatan Hasil Ikutan Ternak
    Ternak ruminansia maupun non-ruminansia setelah pemotongan dan diambil hasil utamanya yaitu karkas (hasil utama ternak yang sudah dihilangkan bagian kepala, kaki, dan jeroan), ada bagian lain yang masih bisa di gunakan yaitu hasil ikutannya atau hasil sampingannya kecuali limbah kotoran, yaitu:
    1. Kulit
    kulit sapi dapat digunakan sebagai bahan industri kerajinan, cindera mata, maupun kuliner atau makan ringan seperti kerupuk kulit sapi, rambak, dan lain sebagianya.
    Kulit segar tersusun dari 64% air, 33% protein, 2% lemak, 0,5% garam mineral dan 0,5% penyusun lainnya misalnya vitamin dan pigmen. komponen penyusun kulit terpenting adalah protein terutama protein kolagen. Protein kulit terdiri dari protein kolagen, keratin, elastin, albumin, globulin dan musin. Protein albumin, globulin dan musin larut dalam larutan garam dapur. Protein kolagen, keratin dan elastin tidak larut dalam air dan pelarut organik. Protein kolagen inilah yang akan direaksikan menjadi bahan penyamak kulit untuk menghasilkan kulit samak. Protein kolagen sangat menetukan mutu kulit samak. Kulit samak digunakan untuk menghasilkan berbagai macam barang seperti sepatu, sendal,tas, ikat pinggang, koper, jaket, topi, jok mobil, sarung Hp, dompet,  dan cindera mata seperti gantungan kunci. Barang kerajinan lain yang dihasilkan dari kulit mentah misalnya wayang kulit, hiasan dinding, kaligrafi, beduk, genderang, kendang, dan kipas. Kulit juga dapat digunakan untuk produksi krupuk kulit, gelatin dan lem kulit.
    2. Darah
    Ternak selesai disembelin akan diambil hasil utamanya yaitu daging, lantas darah dibuang begitu saja tidak dimanfaatkan, tetapi ditangan orang-orang kreatif, darah dimanfaatn sebagai pakan ternak yaitu tepung darah. Tepung darah Kurang disukai ternak, sehingga penggunaanya untuk ternak unggas dan babidibatasi berkisar 5%. Pemberian tepung darah harus dihentikan sebulan sebelum ternak dipotong supaya daging tidak bau. Tepung darah bersifat protein Bypass dalam rumen yaitu 82%, sehingga dapat dipergunakan sebagai sumber protein untuk ternak ruminansia Komposisi gizi tepung darah adalah sebagai berikut : bahan kering 90.00%; Abu 4.00%; protein 85.00%; lemak 1.60%; serat kasar 1.00% dan Beta N 8.40%.
    3. Bulu
    Bulu ayam merupakan limbah peternakan yang dapat dijadikan sebagai bahan pakan alternatif pengganti sumber protein hewani dalam formulasi ransum ayam (unggas), bulu ayam tersebut di olah menjadi tepung bulu untuk pakan ternak. Tepung bulu ayam mengandung Protein Kasar, % 85 ; Serat Kasar, % 0,3 – 1,5 ; Abu, % ,0 – 3,5 ; Calsium, % 0,20 – 0,40 ; Phospor, % 0,20 – 0,65 ; dan Garam, % 0,20.
    Gambar tepung bulu:






    Jadi, setelah penyembelihan ternak sebaiknya hasil ikutannya jangan dibuang begitu saja tetapi dimanfaatkan sedemikian rupa guna mengurangi polusi lingkungan dan menambah penghasilan dari pemanfaatna hasil ikutan ternak tersebut. Pemanfaatan sampah menjadi emas, semoga bermanfaat... :)

    Laporan Praktikum Manajemen Ternak Unggas

    LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
    MANAGEMEN TERNAK UNGGAS








    Disusun oleh :

    Kelompok IIIB

                       Alfi Kurnia Pangestuti          23010111120055
                      Zakiyah Wulansari                23010111120061
                     M. Istiadi                               23010111130067
                     Muhammad Bahaudin N       23010111130073
                     Satrio Wicaksono                  23010111130080
                     Susana                                    23010111130086
                     Ema Vuri Amalia                   23010111130092
                                            Nina Mahmudah                    23010110130094
                    Rizal Yoga P.                          23010111130099






    PROGRAM STUDI SI PETERNAKAN
    FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
    UNIVERSITAS DIPONEGORO
    SEMARANG
    2013

    LEMBAR PENGESAHAN
    Judul                           : LAPORAN RESMI PRAKTIKUM MANAJEMEN     TERNAK UNGGAS
    Kelompok                   :  I (SATU)
    Jurusan                        :  PETERNAKAN DAN PERTANIAN
    Tanggal Pengesahan    :         MEI 2013


    Menyetujui,


    Asisten Koordinator Kelas
    Praktikum Manajemen Ternak Unggas




    Tegar Wicaksono
    NIM. 2301010130229
    Asisten Pembimbing





    Wisnuwati
    NIM. 2301010120042




    Dosen Penanggung jawab
    Praktikum Manajemen Ternak Unggas




    Maulana H.Nasution, S.Pt.,MP.
    NIP. 19710511 1995121 1 002



    BAB I
    PENDAHULUAN
                Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Pemeliharaan ayam broiler harus menggunakan ransum yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan ternak tersebut. Kebutuhan ayam sendiri dapat ditentukan oleh umur ternak dan fisiologis ternak. Selain itu, faktor lingkungan juga mempengaruhi performa ternak. Ayam broiler menghasilkan produk pangan yang bergizi tinggi dan mempunyai niai ekonomis tinggi. Seperti yang telah disebutkan diatas, usaha beternak ayam/unggas perlu memperhatikan pakan, breeding, manajemen dan lingkungan. Keempat hal tersebut diperlukan dalam peningkatan produksi dan kesemuanya itu saling berinteraksi antar satu dengan lainnya.
                Tujuan dari praktikum Manajemen Ternak Unggas adalah agar mahasiwa mampu menerapkan memanajemen pemeliharaan ayam pedaging dari persiapan kandang sampai pemasaran serta vaksinasi dan processing, selain itu dapat memecahkan masalah yang berkaitan dengan tatalaksana pemeliharaan ayam pedaging. Manfaat yang didapat dari praktikum ini adalah dapat memelihara ayam pedaging dengan benar, dari memberikan pakan, vaksinasi, mengganti litter, membuka dan menutup ventilasi, sampai pemasaran dan processing ayam.

    BAB II
    MATERI DAN METODE


                Praktikum Manajemen Ternak Unggas dengan materi pemeliharaan ayam broiler dilaksanakan pada tanggal 26 Maret – 29 April 2013 di Kandang Ternak Unggas Laboratorium Ilmu Ternak Unggas, processing dengan materi teknik penyiapan dan evaluasi karkas unggas dilaksanakan tanggal 3 Mei pukul 15.00-17.00 WIB di Laboratorium Penetasan, Fakultas Peternakan dan Pertanian,  Universitas Diponegoro, Semarang.
    2.1.      Materi
    2.1.1.   Manajemen pemeliharaan
    Bahan yang digunakan pada praktikum dengan materi menejemen pemeliharaan ayam broiler adalah 250 ekor Day Old Chicken (DOC) strain Hubbard dari PT. Wonokoyo Group dengan rata-rata bobot badan awal  44 gram, larutan gula untuk DOC yang datang, pakan BR-11S, air minum, sekam, koran, desinfektan, vita stress, vita chick, sedangkan vaksin yang diberikan adalah vaksin ND, NDIB dan Gumboro. Alat yang digunakan adalah kandang sebagai tempat hidup ayam, kawat ram untuk pembatas antarkandang, karung sebagai tempat sekam, tirai plastik sebagai penutup kandang, timbangan untuk menimbang ayam dan pakan, ember untuk mencampur vaksin dengan menggunakan susu skim, tempat pakan untuk meletakkan pakan, tempat minum untuk minum ayam, termometer untuk mengukur suhu udara, tali untuk menggantung tempat pakan dan minum, lampu untuk penerangan, termohigrometer untuk mengukur suhu dan kelembaban dan brooder untuk menghangatkan ayam sampai dengan umur 2 minggu.
    2.1.2.   Manajemen processing
    Bahan yang digunakan pada praktikum dengan materi manajemen prosesing adalah 1 ekor ayam dengan umur 35 hari untuk 2 orang praktikan. Alat yang digunakan adalah pisau untuk memotong, plastik untuk membungkus hasil karkas, sterofoam untuk tempat karkas, nampan sebagai tempat meletakkan ayam setelah pemotongan, panci dan kompor untuk merebus air serta stopwatch untuk menghitung tetes darah yang keluar sehabis dipotong.
    2.2.      Metode                                                                               
    2.2.1.   Persiapan kandang
                Sebelum kedatangan ayam melakukan persiapan kandang yang meliputi, membersihan lingkungan sekitar dan kandang yaitu membersihkan lantai dan dinding dengan pengapuran yang bertujuan untuk membunuh bakteri pada kandang sehingga tidak menyebabkan penyakit pada ayam. Tiga hari sebelum chick in yaitu menyemprotkan kandang dengan desinfektan untuk membunuh kuman dan bakteri. Membuat kandang DOC membuat sekat antar flocks dengan kawat ram yang bertujuan untuk memisahkan kelompok ayam. Menyiapkan lampu dan brooder yang bertujuan untuk membuat kondisi ayam nyaman sesuai dengan tubuh induknya. Menaburkan sekam dengan ketebalan ±5 cm untuk menjaga temperatur kandang. Mengalasi sekam untuk DOC dengan kertas koran yang bertujuan agar anak ayam tidak memakan sekam. Karena anak ayam belum bisa membedakan antara pakan dan sekam. Memasang tirai, 1 hari sebelum DOC datang memasang lampu dan menyalakan brooder terlebih dahulu dan menyemprot kandang ulang dengan desinfektan. Semua hal diatas tadi bertujuan untuk membuat DOC senyaman mungkin karena mulai hari pertama sampai dengan hari yang ketujuh sangat berpengaruh terhadap performa ayam selanjutnya.
    2.2.2.   Kedatangan DOC
                 DOC datang yang harus dilakukan adalah mengecek strain, menghitung jumlah DOC, mengambil 10 ekor DOC secara acak sebagai sampel, kemudian menimbang bobot sampel. Membagi DOC dalam flock-flock dan memberikan air gula dengan dosis 5%. Pemberian air gula bertujuan untuk mengembalikan energi yang hilang selama perjalanan dan menghindari dehidrasi pada DOC.
    2.2.3.   Manajemen pemeliharaan
                Pemeliharaan ayam broiler pada saat masih DOC dilakukan dengan membuat suasana kandang menjadi hangat menggunakan brooder  sampai umur 2 minggu karena DOC masih rentan terhadap iklim lingkungan yang ekstrim, memberi pakan yang telah dihaluskan sesuai kebutuhan, memberikan air minum secara adlibitum. Memberikan pakan fase starter pada umur 1 - 14 hari yang berupa pakan komersial B 11S yang berasal dari PT. Charoen Pokhpand dan memberikan pakan BR2 pada hari ke 14 - 28. Melakukan pergantian litter fase starter setiap 1 minggu sekali serta memberikan vitamin-vitamin pada pakan ataupun air minum ayam saat DOC sampai fase starter
    Melakukan pengukuran suhu dan kelembaban setiap hari pada pukul 05.00, 13.00, dan 21.00 WIB karena pada jam tersebut sudah mewakili dari masing-masing waktu pagi, siang dan malam. Suhu dan kelembaban diukur di dalam kandang. Pengaturan keadaan kelembaban di dalam ruangan kandang dapat diusahakan sekaligus bersama-sama dengan pengaturan keadaan temperatur.
    2.2.4.   Vaksinasi
    Metode yang digunakan pada waktu vaksinasi adalah meneteskan vaksin ND pada mata salah satu mata DOC. Vaksinasi NDIB diberikan melalui air minum dengan dilarutkan dengan 1 liter air dan susu skim. Pada saat vaksinansi yang pertama menggunakan vaksin aktif. Vaksinasi senjutnya menggunakan vaksin inaktif. Vaksinasi gumboro dilarutkan pada 6 liter air melalui air minum dan mencampurkan susu skim yang sebelumnya ayam dipuasakan minum selama 1 - 2 jam. Setelah air minum vaksin tersebut habis langsung diganti dengan air minm dengan campuran gula merah cair.

    2.2.5.   Evaluasi performance
    Evaluasi performance bertujuan untuk mengetahui bagaimana respon ternak terhadap pemeliharan apakah menunjukkan hasil yang positif atau negatif pada kurun waktu tertentu. Evaluasi performance pemeliharaan broiler dilakukan pada tiap minggu. Melakukan penimbangan bobot badan mingguan dan mengitung pertambahan bobot badan pada 10 ayam sampel. Kemudian melakukan perhitungan untuk evaluasi performance meliputi:

    Efisiensi pakan : pertambahan bobot badan  x 100 %
                             konsumsi pakan

    Konversi pakan: S Konsumsi rata-rata pakan total (per minggu)
                                                          PBB

    Mortalitas : Jumlah ayam mati            x 100%
                       Jumlah ayam total

    Morbiditas : Jumlah ayam sakit          x 100%
                        Jumlah ayam total

     yang dihitung pada tiap minggu selama pemeliharaan.


    2.2.6.   Pelaksanaan processing
                Tahapan dan metode yang dilakukan pada waktu processing ayam broiler adalah memuasakan ayam selama 8 jam, menimbang bobot hidup ayam, memotong atau menyembelih ayam, menghitung waktu keluarnya darah sampai darah benar-benar tidak menetes lagi (bleeding), menimbang kembali ayam yang telah disembalih untuk mengetahui bobot mati dan akan diketahui juga bobot darah dengan cara mengurangkan bobot hidup dengan bobot mati, mencelupkan ayam ke dalam air panas selama 60 detik, mencabuti bulu mulai dari bulu-bulu besar pada bagian ekor dan sayap, kemudian bulu pada bagian kepala, leher, badan, dan kaki sampai bersih, mencuci ayam dengan air sambil mencabuti bulu-bulu jarum dan membersihkan kotoran yang menempel, menimbang kembali ayam untuk mendapatkan bobot bulu dan melakukan penilaian karkas sesuai USDA. Memotong perut bagian bawah 1-3 cm lalu mengambil rgan bagian dalam dan dilanjutkan menimbang ayam untuk mendapatkan bobot dressed, memisahkan antara hati, jantung, ampela kemudian menimbang masing-masing bagian untuk mendapatkan bobot viscera, menimbang saluran pencernaan sebelum dan sesudah dicuci bersih untuk mendapatkan bobot giblet bruto dan netto. Memotong kepala, leher, dan kaki untuk mendapatkan bobot karkas, mengambil lemak abdominal dan menimbangnya untuk mendapatkan bobot lemak abdominal. Memotong ayam menjadi beberapa potongan komersial, mencuci hasil processing menyajikan pada sterofoam dan membungkusnya dengan plastik.



    BAB III

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    3.1.      Pemeliharaan Ayam Pedaging
    Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil bahwa pemeliharaan ayam broiler dibagi menjadi 2 fase yaitu fase starter dan fase finisher yang meliputi manajemen persiapan kandang, pemberian pakan, vaksinasi, dan sanitasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (1992) yaitu pemeliharaan ayam broiler dilakukan selama 35 hari atau 5 minggu. Pemeliharaannya dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase starter dan fase finisher. Fadilah (2006) menambahkan bahwa kegiatan yang dilakukan selama melaksanakan manajemen pemeliharaan ayam broiler meliputi kegiatan persiapan kandang dan peralatan yang digunakan, penggunaan dan pengaturan pergantian litter, perlakuan saat DOC datang, sanitasi kandang, pemberian pakan dan air minum, seleksi, vaksinasi, pemberian vitamin dan obat-obatan dan pemanenan.

    3.1.1.   Persiapan Kandang
                Berdasarkan hasil praktikum diperoleh bahwa persiapan kandang meliputi pembersihan kandang baik bagian luar maupun bagian dalam kandang, melakukan pengapuran dan penyemprotan dengan desinfektan hal ini bertujuan untuk membunuh endoparasit dan ekto parasit yang ada dalam kandang, pembuatan flock untuk memisahkan ayam, pembuatan brooder untuk membuat ternak nyaman dengan lingkungannya, persiapan tempat pakan dan minum untuk ayam, penaburan sekam pada alas kandang dan persiapan koran untuk alas yang bertujuan agar anak ayam tidak memakan sekam karena pada saat DOC belum bisa membedakan antara sekam dan pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Priyatno (1999) yang menyatakan bahwa persiapan kandang adalah dengan membersihkan kandang, pemberian desinfektan dan fumigasi. Tujuan dari pemberian desinfektan, pengapuran dan fumigasi adalah untuk menghilangkan patogen yang dapat menyebabkan ayam sakit. Rasyaf (1992) yang menambahkan bahwa persiapan pemeliharaan dimulai dengan pencucian kandang dengan desinfektan, dilanjutkan dengan membersihkan kandang, dan areal di sekitar kandang. Seluruh bagian kandang disemprot dengan desinfektan.
    3.1.2.   Chick in
                Berdasarkan hasil praktikum pada saat chick in yang dilakukan adalah menimbang bobot ayam kemudian menghitung DOC sejumlah 250 ekor ayam. Pada saat DOC datang langsung diberikan air gula. Dosis gula yang diderikan adalah sebesar 5%. Pemberian air gula ini bertujuan untuk menggantikan cairan yang hilang saat pendistribusian. Hal ini sesuai dengan  pendapat Murtidjo (1987) yang menyatakan bahwa pertama kali yang harus kita lakukan setelah DOC datang adalah pemberian air minum yang dicampur dengan air gula 1-2 % dan obat anti stress.  Pencampuran air gula tersebut dimaksudkan untuk menggantikan cairan tubuh dan energi yang hilang selama dalam perjalanan. Fadilah (2006) menambahkan bahwa saat DOC tiba, sebaiknya diberikan air gula aren 2-5%, hal ini dilakukan untuk memberikan energi untuk DOC yang mana energinya telah habis saat di perjalanan.
    3.1.3.   Pemeliharaan
                Berdasarkan hasil praktikum pada saat pemeliharaan yang dilakukan adalah anak ayam atau DOC (day old chick) dipelihara selama 32 hari sampai mendapatkan produksi daging yang optimal. Pemberian pakan untuk DOC diberikan sesuai dengan kebutuhan dan air minum diberikan secara ad libitum yaitu pakan diberikan secara terus menerus. Pakan diberikan dengan menggunakan chick feeder tray yang diletakkan di lantai agar memudahkan dalam mengkonsumsi pakan, sedangkan pada saat mencapai umur 1 minggu pakan diberikan dalam feeder tube. Peletakan tempat pakan dan minum pada masa ini adalah dengan digantung setinggi bahu ayam. Hal ini dilakukan agar pakan dan minum tidak mudah tumpah dan tidak tercampur dengan sekam. Sekam yang tercampur dalam pakan atau minum akan membahayakan ternak jika memakannya, karena dapat mengganggu saluran pencernaan. Sistem pemberian pakan yang dilakukan sudah baik, karena meperhatikan cara untuk memberi pakan pada saat DOC dan ayam periode finisher meliputi tempat pakan yang digunakan, cara penempatan tempat pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf  (1992) yang menyatakan bahwa pakan untuk ayam broiler dibedakan menjadi dua tahap yaitu pakan untuk periode starter dan pakan untuk periode finisher. Fadilah et al. (2007) menambahkan bahwa pemberian pakan pada saat starter diberikan di chick feeder tray dan pada saat finisher diberikan pakan dalam feeder tube yang digantung.
    Tirai ditutup pada fase starter bertujuan untuk menyesuaikan kondisi lingkungan yang dibutuhkan DOC. Setelah ayam berumur lebih dari 1 minggu tirai ditutup pada saat malam hari atau pada saat suhu rendah, ketika ada angin kencang dan hujan. Hal ini dilakukan agar suhu dalam kandang tetap nyaman dan sekam tidak basah. Tirai dibuka pada saat siang hari atau ketika suhu tinggi dan berfungsi sebagai ventilasi udara sehingga sirkulasi udara dapat berjalan dengan lancar dan baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (1995) yang menyatakan bahwa pertukaran udara dalam kandang akan sangat penting untuk membuang gas-gas amoniak yang dapat mengganggu pertumbuhan ayam. Penggantian litter dengan menggunakan sekam dilakukan apabila sekam sudah basah. Tujuan dari penggantian sekam adalah untuk menghindari peningkatan kandungan amonia dan penyebaran bibit penyakit. Hal ini sesuai dengan pendapat Fadilah (2006) bahwa litter yang basah bisa meningkatkan kandungan amonia, menjadi tempat berkembang biak berbagai penyakit, dan menyebabkan bulu ayam kotor.
    Pengaturan suhu dalam kandang bagi ternak dilakukan dengan pengaturan tirai dan brooder. Bahan yang digunakan sebagai tirai adalah plastik tebal. Brooder menggunakan lampu bohlam yang apabila suhu tinggi maka bohlam dimatikan dan diangkat dijauhkan dari DOC. Suhu rata-rata dalam kandang pada minggu pertama 31,85oC, minggu kedua 30,65oC, minggu ketiga 29,91oC dan pada minggu keempat 29,65oC. Suhu tersebut bukan merupakan comfort zone bagi ternak sehingga ternak sering melakukan panting. Suhu yang baik untuk hidup ayam broiler adalah sekitar 320-350C. Hal ini sesuai dengan pendapat Suryana dan Hasbianto (2008) bahwa sistem perkandangan yang ideal untuk usaha ternak ayam ras adalah persyaratan temperatur berkisar 32,2-350C dan kelembapan 60-70%. Awal DOC masuk tirai ditutup selama 1 minggu dan menggunakan lampu brooder yang berfungsi sebagai pemanas atau penghangat. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (1995) yang menyatakan bahwa alat pemanas merupakan suatu alat yang digunakan untuk memberi rasa hangat serta berfungsi untuk menggantikan panas tubuh yang biasa diberikan oleh induk ayam untuk menjaga tubuh anak ayam agar tetap stabil.
    Sanitasi dilakukan secara rutin setiap hari meliputi sanitasi kandang, peralatan dan praktikan yang masuk kandang (biosecurity). Sanitasi kandang dilakukan dengan cara membersihkan kandang setiap harinya dengan cara menyapu sekam yang tercecer, selain itu juga membersihkan kandang luar dengan cara menyapu halaman luar kandang dan membersihkan selokan air agar tidak timbul bibit penyakit. Sanitasi peralatan yaitu dengan membersihkan tempat pakan dan air minum setiap hari supaya meminimalisir ternak agar tidak terkena penyakit baik dari jamur, bakteri, protozoa, dan virus yang dapat menimbulkan penyakit. Sanitasi praktikan (biosecurity) dengan cara menyemprotkan desinfektan ke tangan dan kaki supaya tidak membawa penyakit dari luar kandang. Hal ini sesuai dengan pendapat Murtidjo (1987) yang menyatakan bahwa tujuan dari sanitasi secara menyeluruh adalah untuk menjaga kebersihan kandang baik luar maupun  dalam kandang agar ternak dapat menampilkan performans yang baik dan ternak bebas dari penyakit. Rasyaf (1992) menambahkan bahwa penyebab dari kurang perhatian sanitasi akan menimbulkan ternak rentan terhadap penyakit, sehingga ternak banyak yang mati. Oleh karena itu sanitasi sangat diperlukan dalam manajemen usaha peternakan.
    3.2.      Evaluasi Performance Ayam Pedaging
    Berdasarkan praktikum, evaluasi performance didapatkan hasil  sebagai berikut:
    Tabel 1. Hasil Performance Ayam Broiler Flock 3
    Minggu
    Parameter

    Jumlah Ayam
    Konsumsi
    Pakan (g/ekor)
    Rata-rata
    BB (g)
    PBB (g/mgu)
    Efisiensi Pakan (%)
    FCR
    Mortalitas (%)
    1
    50
    146
    180
    134
    91,78
    1,09
    0

    2
    50
    340,3
    410
    230
    67,59
    1,47
    0

    3
    50
    544,3
    740
    330
    60,63
    1,65
    0

    4
    49
    799,3
    1100
    360
    45,04
    2,22
    2

     Jumlah

    1829,9

    1054


    2

    Sumber: Data Primer Praktikum Manajemen Ternak Unggas, 2013.


    Berdasarkan tabel diatas konsumsi pakan ayam broiler tertinggi adalah minggu ke 4 yaitu sebesar 360 g/ekor, dimana ayam broiler sudah masuk kedalam fase finisher sehingga  pakan yang dibutuhkan relatif lebih banyak. Jumlah konsumsi pakan sangat mempengaruhi konversi pakan dan efisiensi pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna dan Kartasudjana (2006) yang menyatakan bahwa pada waktu pemeliharaan ayam broiler selama 4 minggu dengan energi metabolis ransum 3000 kkal/kg dan protein 22%, konsumsi ransum sebesar 2,5 kg/ekor, bobot badan yang dihasilkan berkisar 1,2-1,3 kg/ekor. Pertambahan Bobot Badan ayam broiler yang paling tinggi berdasarkan tabel diatas adalah pada minggu ke 4 yaitu 1088 g. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan bobot badan selalu meningkat dari minggu pertama sampai minggu ke 4. Hal ini sesuai dengan pendapat Kartasudjana (2006) bahwa pertumbuhan yang paling cepat terjadi sejak menetas sampai umur 4-6 minggu, kemudian mengalami penurunan dan terhenti sampai mencapai dewasa. Kecepatan pertumbuhan dapat diukur dengan menimbang pertambahan berat badan secara berulang setiap hari atau setiap minggu. Ditambahkan oleh Anggorodi (1985) yang menyatakan bahwa pertumbuhan ternak dimulai secara perlahan kemudian cepat hingga pada akhirnya terhenti sama sekali dan jika digambarkan akan membentuk kurva sigmoidal.
    Konversi pakan ayam broiler minggu ke 1 sebesar 1,09 sedangkan standarnya adalah 0,92. Minggu ke 2 sebesar 1,4 lebih tinggi dari standar yaitu 1,23; minggu ke 3 sebesar 1,64 lebih tinggi dari standar yaitu 1,39; dan minggu ke 4 sebesar 2,22 lebih tinggi dari standar yaitu 1,74. Hal ini dapat disebabkan ayam mengalami stres dalam menghadapi lingkungan baru, sehingga laju metaboliknya terganggu, lingkungan kandang yang tidak bersih seperi sekam yang tidak diganti secara teratur dan kurangnya biosecurity atau penjaga kandang yang tidak steril, lingkungan sekitar kandang yang tidak kondusif seperti kegaduhan yang dibuat penjaga dan terjadinya perubahan pemberian pakan yang mempengaruhi palatabilitas ayam tersebut sehingga mempengaruhi laju pertumbuhan ayam. Kondisi lingkungan yang panas, kandang yang terlalu padat dan kotor juga berpengaruh sehingga ayam menjadi stress. Menurut Suprijatna dan Kartasudjana (2006) menyatakan bahwa konversi pakan rata-rata ayam broiler selama pemeliharaan sebesar 1,053. Standar konversi ransum umur 3 minggu sebesar 1,39 dan pada umur 4 minggu yaitu 1,74. Konversi pakan merupakan acuan untuk menilai keberhasilan peternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (1992) yang menyatakan bahwa konversi pakan ini penting sekali dalam produksi unggas pedaging karena merupakan acuan keberhasilan dalam beternak.
    Berdasarkan tabel diatas nilai efesiensi yang paling tinggi adalah pada minggu ke 1 yaitu 91,78 %. Efisiensi yang sangat tinggi ini disebabkan oleh rendahnya FCR pada minggu pertama yang hanya sebesar 1,09. Nilai konversi dan efisiensi pakan pada ternak berbanding terbalik. Nilai efisiensi pakan semakin turun ketika ternak bertambah umurnya. Hal ini disebabkan karena semakin tua ternak akan mengalami pertumbuhan yang melambat. Hal ini sesuai dengan pendapat Murtidjo (1987) bahwa semakin rendah angka konversi pakan berarti semakin tinggi efisiensi penggunaan pakan dan semakin banyak pakan yang digunakan untuk mengatakan bobot badan per satuan berat badan ditambahkan oleh Rasyaf (2007) yang menyatakan bahwa efisiensi pakan berarti pakan yang dikonsumsi dapat membentuk daging, dengan kata lain efisiensi pakan telah tercapai.
    Nilai mortalitas pada praktikum kali ini adalah 2% atau berjumlah 1 ekor dari total ayam 50 ekor dan terjadi pada minggu ke 4. Penyebab mortalitas yaitu lalainya peternak dalam pemberian pakan karena ayam tersebut tertindih tempat pakan. Menurut Fadilah (2006) program pencegahan penyakit erat kaitannya dengan program sanitasi, vaksinasi dan pengobatan dini pada umur-umur tertentu ketika gejala ayam sakit mulai tampak. Hal-hal yang dilakukan dalam program sanitasi yaitu program biosecurity dengan cara melakukan penyemprotan disinfektan di dalam dan di sekitar kandang secara rutin 2-3 hari sekali. Membatasi tamu keluar masuk lingkungan farm, jika masuk lokasi farm tamu disemprot dengan disinfektan dan membasmi binatang pembawa penyakit.
    3.3.      Vaksinasi Ayam Pedaging
    Berdasarkan praktikum vaksinasi yang diberikan selama pemeliharaan diperoleh data sebagai berikut:
    Tabel 2. Vaksinasi 1
    No.
    Parameter
    Keterangan
    1
    Waktu pelaksanaan vaksinasi
    28 Maret 2013
    2
    Jenis vaksin
    ND1
    3
    Dosis vaksin
    900 cc
    4
    Metode vaksinasi
    Diteteskan pada mata
    5
    Respon ternak unggas post vaksinsi
    Lidah berwarna kebiru-biruan
    6
    Dampak/penyakit ikutan
    ND


    Tabel 3. Vaksinasi 2
    No.
    Parameter
    Keterangan
    1
    Waktu pelaksanaan vaksinasi
    2 April 2013
    2
    Jenis vaksin
    NDIB
    3
    Dosis vaksin
    500 cc
    4
    Metode vaksinasi
    Dicampur dengan air  minum+ susu skim
    5
    Respon ternak unggas post vaksinsi

    6
    Dampak/penyakit ikutan
    Stress









    Tabel 4. Vaksinasi 3
    No.
    Parameter
    Keterangan
    1
    Waktu pelaksanaan vaksinasi
    9 April 2013
    2
    Jenis vaksin
    Gumboro 1
    3
    Dosis vaksin
    500 cc
    4
    Metode vaksinasi
    Dicampur dengan air minum + susu skim
    5
    Respon ternak unggas post vaksinsi

    6
    Dampak/penyakit ikutan

    Sumber : Data Primer Praktikum Manajemen Ternak Unggas, 2013.
    Vaksinasi dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pemberian vaksin NDB1, vaksin gumboro dan vaksin  ND Lasota. Pemberian vaksin NDB1 dilakukan pada saat ayam umur 4 hari dan menggunakan vaksin aktif. Vaksin aktif adalah vaksin yang berisi mikroorganisme agen penyakit dalam keadaan hidup, tetapi sudah dilemahkan, yang akan tumbuh dan berkembang baik dalam tubuh induk yang divaksin. Proses vaksinasi dilakukan dengan tetes mata dimana vaksin dilarutkan dalam larutan dapar kemudian dikocok sampai rata. Satu vaksin dapat digunakan untuk 100 ekor anak ayam dengan ketentuan satu ekor satu tetes vaksin. Vaksinasi yang kedua adalah pemberian vaksin terhadap penyakit gumboro yang dilakukan pada saat ayam berumur 10 hari melalui air minum dan sebelum dilakukan vaksinasi ayam dipuasakan selama 2 jam dengan tujuan agar air minum yang dicampur vaksin dapat habis dalam waktu yang singkat. Vaksinasi yang ketiga adalah pemberian vaksin ND Lasota yang dilakukan pada saat ayam berumur 18 hari melalui air minum dan sebelum dilakukan vaksinasi ayam dipuasakan selama 2 jam dengan tujuan agar air minum yang dicampur vaksin dapat habis dalam waktu yang singkat. Vaksinasi yang kedua dan ketiga ini menggunakan vaksin inaktif yaitu vaksin yang berisi mikroorganisme agen penyakit dalam keadaan mati (dimatikan), biasanya didalamnya dicampuri atau ditambahkan oil adjuvent Vaksin gumboro dan vaksin ND Lasota dicampur dengan penambahan susu skim 15 gram dan air 7 liter. Penambahan susu skim bertujuan memberikan energi/nutrisi untuk bakteri yang ada didalam vaksin. Karena bakteri tersebut membutuhkan makanan untuk tetap hidup. Proses vaksinasi hanya dilakukan apabila ayam dalam keadaan sehat dan kondisi lingkungan baik. Sesudah proses vaksinasi ayam diberi air minum yang dicampur dengan multivitamin atau antistress untuk mengatasi keadaan stress akibat perlakuan selama proses vaksinasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (1992) menyatakan bahwa vaksinasi dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain  melalui tetes mata, hidung, mulut dan air minum. Ditambahkan oleh Ensminger (1980) bahwa penyakit yang dapat dicegah dengan vaksinasi antara lain NCD/ND, Invectious Laringo Trachacitis, Fowlok, Avian Enchepalomielitis, Gumboro dan Marex.

    3.4.      Pengukuran Suhu dan Kelembaban Lingkungan
    Hujan sering terjadi selama praktikum berlangsung menyebabkan kondisi kandang dan litter lembab karena air hujan masuk ke dalam kandang. Hal ini sangat mempengaruhi kesehatan ayam. Litter yang lembab dan bercampur dengan ekskreta ayam sehingga menimbulkan gas amonia, H2S, dan CO2. Gas-gas tersebut jika terhirup oleh ayam akan mengganggu sistem pernapasan ayam. Faktor cuaca juga mempengaruhi suhu dan kelembaban baik itu di dalam (mikroklimat) maupun di luar kandang (makroklimat). Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (1992) yang menyatakan bahwa pengaruh cuaca merupakan faktor luar yang sangat menentukan dalam produksi peternakan. Pengukuran suhu dilaksanakan pada pukul 05.00 WIB, 13.00 WIB, dan 21.00 WIB, pada waktu tersebut mewakili kondisi suhu dan kelembaban pada pagi, siang dan malam sehingga rata-rata suhu dalam satu hari dapat tergambarkan. Berdasarkan praktikum manajemen ternak unggas ayam pedaging selama pemeliharaan diperoleh hasil bahwa suhu dan kelembaban rata-rata pada jam tersebut dalam 28 hari adalah sebesar 27,9o C, 32o C, 28o C dan kelembaban 76%, 61%, 74%. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Fuad (1992) yang menyatakan bahwa temperatur yang ideal bagi anak-anak ayam yang berumur 1 - 3 minggu yaitu 65 0F (36 0C). Fadilah (2004) menambahkan bahwa temperatur yang ideal untuk masa finisher adalah 25-27 0C. Temperatur dalam brooder pada fase starter tidak sesuai dengan kebutuhan ayam sehingga ayam mengalami cekaman dingin yang dapat menghambat pertumbuhan dan pada fase finisher ayam mengalami cekaman panas karena suhu sangat tinggi, suhu yang tinggi ini mengakibatkan ayam terengah-engah (panting). Suprijatna dan Kartasudjana (2008) menambahkan bahwa untuk daerah tropis, kondisi lingkungan yang mempengaruhi ternak yaitu temperatur dan kelembaban.










    3.5.      Analisis Usaha Pemeliharaan Ayam Pedaging
    Berdasarkan praktikum maka hasil analisis usaha dapat dilihat pada tabel  berikut ini:
    Tabel 5. Analisis Usaha
    Keterangan
    Jumlah
    Pengeluaran
    Rp 6.675.000
    BEP
    Rp 19.777/kg bobot hidup
    Laba
    -Rp 14.700/ekor
    Sumber: Data Primer Praktikum Manajemen Ternak Unggas, 2013.
    Berdasarkan hasil praktikum manajemen ternak unggas dapat diketahui bahwa pengeluaran yang digunakan sebesar Rp. 6.675.000,00 dan mengalami kerugian sebesar Rp.14.700,00/ekor, besarnya nilai BEP/kg ayam adalah Rp.19.777,00/kg bobot hidup, sehingga penjualan ayam mengalami kerugian karena hasil penjualan tidak dapat menutup semua biaya produksi. Hal tersebut disebabkan oleh manajemen pemeliharaan yang kurang baik, faktor lingkungan yang kurang mendukung, harga DOC yang mahal, biaya pakan yang mahal dan harga jual yang rendah. Harga jual yang rendah ini mengakibatkan tidak imbangnya biaya produksi dengan pendapatan. Hal sesuai dengan pendapat Rasyaf (1992) yang menyatakan biaya ransum memegang 45-84% dari total biaya produksi, biaya pemeliharaan dan kesehatan 7-20% dari biaya produksi. Biaya pakan, pemeliharaan dan kesehatan merupakan biaya variable. Biaya tetap terdiri dari biaya penyusutan alat-alat peternakan, gudang, biaya tenaga kerja tetap, bunga kas modal dan pajak. Rasyaf (2007) menambahkan bahwa hal-hal yang harus dilakukan dalam evaluasi pemasaran adalah menentukan jalur pemasaran, mengamati naik-turunnya harga broiler serta mengevaluasi kebijakan dari hasil evaluasi tersebut. Analisis usaha broiler menyangkut masalah evaluasi hasil ternak yaitu berupa untung dan rugi. Pengeluaran usaha meliputi biaya investasi dan biaya operasional selama pemeliharaan.

    3.6.      Pengamatan Penilaian Ayam Pedaging Hidup
    Tabel 6.  Hasil Pengamatan, Penilaian, Keadaan Ayam Pedaging  Hidup
    No
    Faktor
    Deskripsi keadaan ayam pedaging
    Klasifikasi
    1.
    Kondisi kesehatan
    Baik dan aktif
    baik
    2.
    Bulu
    Putih, lebat, dan mengkilap
         baik
    3.
    Dada
    Membungkuk
    baik
    4.
    Punggung
    Tegap
    baik
    5.
    Kaki dan sayap
    tegap, kokoh dan kuat
    baik
    6.
    Keadaan lemak (dada)
    Tidak terlalu tebal
    baik
    Sumber : Data Primer Praktikum Manajemen Ternak Unggas, 2013
                Berdasarkan hasil praktikum didapatkan hasil bahwa kondisi kesehataan ayam baik yang ditandai dengan pergerakan ayam yang aktif, mempunyai bulu putih, lebat dan mengkilap, dada membungkuk, punggung tegap. Ayam tersebut mempunyai kaki dan sayap yang tegap, kokoh dan kuat serta keadaan lemak yang tidak terlalu tebal. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuwanta (2004) yang menyatakan bahwa ciri-ciri ayam yang baik diantaranya bentuk badan, kaki, kepala, jari proposional, normal serta tidak cacat. Bulu-bulu anus dan pusar kering tidak berair atau lengket, mata bulat, jernih dan bercahaya. Kaki kuat dan mampu berdiri dengan tegak. Hal ini ditambahkan oleh pendapat Suprijatna dan Kartasudjana (2006) yang menyatakan bahwa karakteristik ayam produktif dapat diamati dari mata yang segar, bersinar dan bulat, bulu mengkilat, besih  dan merata, sayap tidak terkulai dan kuat, kaki tegap dan kuat, punggung lebar, rata dan bagus, keadaan lemak dada penuh dan padat.

    3.7.      Teknik Penyiapan dan Evaluasi Karkas
    3.7.1.   Processing

    Kegiatan prosessing pada ayam broiller meliputi penyembelihan (staughtering), pencelupan (scalding), pencabutan bulu, pemotongan cakar dan kelenjar minyak pada pangkal ekor, pembukaan isi bagian perut, pengeluaran viscera, pemotongan kepala dan leher. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna dan Kartasudjana (2002) yang menyatakan bahwa kegiatan prosessing meliputi penyembelihan untuk mengeluarkan darah, pencabutan bulu, pengeluaran viscera, pemotongan kepala, leher dan kaki.
    Persiapan yang dilakukan sebelum ayam disembelih yaitu ayam dipuasakan terlebih dahulu selama 6 jam sebelum dipotong dan hanya diberi air minum. Tujuan dari pemuasaan ini adalah untuk mengosongkan saluran pencernaan sehingga memudahkan dalam pengeluaran viscera dan mencegah terjadinya kontaminasi dari isi pencernaan pada daging yang akan mengurangi kualitas dari karkas ayam. Pada ayam yang akan dipotong sebaiknya tidak boleh diberi pakan dan minum yang mengandung obat-obatan kimia, hal ini untuk mencegah residu yang tertinggal di daging sebelum dikonsumsi. Hal ini sesuai pendapat Suprijatna dan Kartasudjana (2006), yang menyatakan bahwa hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menyiapkan ayam dalam bentuk karkas yaitu tiga hari sebelum ayam dipotong, ayam tidak diberi makanan atau minuman yang mengandung obat-obatan. Pemotongan ayam ini dilakukan dengan tata cara syariat Islam untuk menjamin produk halal.
    Cara mematikan ayam melalui sticking (disembelih), debraining (merusak otot) dan dislocating (mematahkan leher). Persyaratan penyembelihan menurut agama islam menuntut adanya persyaratan menyebut nama Allah sebelum penyembelihan disamping persyaratan lainnya yaitu terputusnya vena jagularis, arteri carotis, larynx dan pharynx. Setelah ayam disembelih, darah yang menetes dituntaskan dengan menggantung ayam dengan posisi kepala di bagian bawah selama 3-5 menit. Hal ini sesuai dengan pendapat Murtidjo (2003) menyatakan bahwa syarat dan tata cara penyembelihan ayam di Indonesia memenuhi syariat agama Islam untuk menjamin produk yang dihasilkan halal.
    3.5.2.   Evaluasi Karkas
    Berdasarkan hasil praktikum mengenai evaluasi karkas didapatkan hasil pada tabel 4 sebagai berikut:
    Tabel 7. Hasil Evaluasi Karkas
    Parameter
    Bobot Organ (Kg)
    Bobot Relatif (Kg)
    Bobot hidup
    1,230
    1
    Bobot mati
    1,150
    0,9349
    Bobot dressed
    1,050
    0,8536
    Bobot karkas
    0,943
    0,767
    Rata-rata % karkas
    81,52%
    Sumber: Data Primer Praktikum Manajemen Ternak Unggas, 2013.

                Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan didapatkan bahwa rata-rata persentase karkas yang didapat sebesar 81,52%. Persentase tersebut termasuk baik karena antara bobot hidup dengan bobot mati, serta bobot bagian tubuh selisihnya tidak terlalu banyak. Hal ini sesuai dengan pendapat Murtidjo (2003) yang menyatakan bahwa rata-rata berat karkas broiler berkisar 65-75% berat hidup waktu siap dipotong.
                Kualitas karkas yag diperoleh pada saat praktikum memiliki kualitas yang baik karena lemak yang terdapat dalam kulit dan daging sedikit. Selain itu, ayam yang dikarkas pada waktu hidupnya diberikan makan dan minum yang bebas dari obat-obatan dan penyakit. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna dan Kartasudjana (2006) yang menyatakan bahwa hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menyiapkan ayam dalam bentuk karkas yaitu tiga hari sebelum ayam dipotong ayam tidak diberi makanan atau minuman yang mengandung obat-obatan dan penyakit.
    BAB IV
    KESIMPULAN DAN SARAN
    4.1. Kesimpulan
                Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa praktikum manajemen ternak unggas yang telah dilakukan kurang baik. Akan tetapi pada saat persiapan kandang, chick in, dan pemeliharaan sudah dilakukan dengan prosedur yang baik dan benar. Namun, ketika waktu pemasaran didapatkan hasil yang rugi. Hal ini terlihat dari jumlah pengeluaran yang dikeluarkan untuk pembuatan kandang dan yang lainnya, serta hitungan laba rugi yang telah dihitung.
    4.2. Saran
                Seharusya pada saat awal praktikum link yang didapat haruslah banyak, ketika pemasaran tidak susah mencari lagi.



    DAFTAR PUSTAKA

    Ensminger, M.E. 1980. Poultry Science (Animal Agriculture Series). Edition 2nd. The Interstate Printers and Publisher Inc, Danville, Illionis.

    Fadilah, R. 2004. Panduan Mengelola Peternakan Ayam Broiler Komersial. Agromedia Pustaka, Bogor.

    Fadilah, R. 2006. Panduan Mengelola Peternakan Ayam Broiler Komersial. Agromedia Pustaka, Bogor.

    Fadilah, R., A Polana, S.Alam, dan E. Parwanto. 2007. Sukses Beternak Ayam Broiler. Agromedia Pustaka, Jakarta.

    Fuad, Y. 1992. Usaha Peternakan Ayam Potong. Akademika Presindo, Jakarta.
    Priyatno, M. A. 1999. Mendirikan Usaha Pemotongan Ayam. PT. Penebar Swadaya. Jakarta
    Rasyaf, M. 1992. Pengelolaan Usaha Ayam Kampung. Kanisius, Yogyakarta.

    Rasyaf, M. 1995. Manajemen Peternakan Ayam Broiler. Cetakan ke 5. Penebar Swadaya, Jakarta.

    Rasyaf, M. 2007. Pengelolaan Pedaging. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
    Suprijatna, E., dan R. Kartasudjana. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarata.

    Suryana dan A. Hasbianto. 2008. Usaha Tani Ayam Buras di Indonesia, Permasalahan dan Tantangan. Jurnal Litbang Pertanian.


    Yuwanta, T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Kanisius, Yogyakarta.