Laman

Rabu, 03 Juli 2013

Laporan Praktikum Manajemen Ternak Unggas

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
MANAGEMEN TERNAK UNGGAS








Disusun oleh :

Kelompok IIIB

                   Alfi Kurnia Pangestuti          23010111120055
                  Zakiyah Wulansari                23010111120061
                 M. Istiadi                               23010111130067
                 Muhammad Bahaudin N       23010111130073
                 Satrio Wicaksono                  23010111130080
                 Susana                                    23010111130086
                 Ema Vuri Amalia                   23010111130092
                                        Nina Mahmudah                    23010110130094
                Rizal Yoga P.                          23010111130099






PROGRAM STUDI SI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013

LEMBAR PENGESAHAN
Judul                           : LAPORAN RESMI PRAKTIKUM MANAJEMEN     TERNAK UNGGAS
Kelompok                   :  I (SATU)
Jurusan                        :  PETERNAKAN DAN PERTANIAN
Tanggal Pengesahan    :         MEI 2013


Menyetujui,


Asisten Koordinator Kelas
Praktikum Manajemen Ternak Unggas




Tegar Wicaksono
NIM. 2301010130229
Asisten Pembimbing





Wisnuwati
NIM. 2301010120042




Dosen Penanggung jawab
Praktikum Manajemen Ternak Unggas




Maulana H.Nasution, S.Pt.,MP.
NIP. 19710511 1995121 1 002



BAB I
PENDAHULUAN
            Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Pemeliharaan ayam broiler harus menggunakan ransum yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan ternak tersebut. Kebutuhan ayam sendiri dapat ditentukan oleh umur ternak dan fisiologis ternak. Selain itu, faktor lingkungan juga mempengaruhi performa ternak. Ayam broiler menghasilkan produk pangan yang bergizi tinggi dan mempunyai niai ekonomis tinggi. Seperti yang telah disebutkan diatas, usaha beternak ayam/unggas perlu memperhatikan pakan, breeding, manajemen dan lingkungan. Keempat hal tersebut diperlukan dalam peningkatan produksi dan kesemuanya itu saling berinteraksi antar satu dengan lainnya.
            Tujuan dari praktikum Manajemen Ternak Unggas adalah agar mahasiwa mampu menerapkan memanajemen pemeliharaan ayam pedaging dari persiapan kandang sampai pemasaran serta vaksinasi dan processing, selain itu dapat memecahkan masalah yang berkaitan dengan tatalaksana pemeliharaan ayam pedaging. Manfaat yang didapat dari praktikum ini adalah dapat memelihara ayam pedaging dengan benar, dari memberikan pakan, vaksinasi, mengganti litter, membuka dan menutup ventilasi, sampai pemasaran dan processing ayam.

BAB II
MATERI DAN METODE


            Praktikum Manajemen Ternak Unggas dengan materi pemeliharaan ayam broiler dilaksanakan pada tanggal 26 Maret – 29 April 2013 di Kandang Ternak Unggas Laboratorium Ilmu Ternak Unggas, processing dengan materi teknik penyiapan dan evaluasi karkas unggas dilaksanakan tanggal 3 Mei pukul 15.00-17.00 WIB di Laboratorium Penetasan, Fakultas Peternakan dan Pertanian,  Universitas Diponegoro, Semarang.
2.1.      Materi
2.1.1.   Manajemen pemeliharaan
Bahan yang digunakan pada praktikum dengan materi menejemen pemeliharaan ayam broiler adalah 250 ekor Day Old Chicken (DOC) strain Hubbard dari PT. Wonokoyo Group dengan rata-rata bobot badan awal  44 gram, larutan gula untuk DOC yang datang, pakan BR-11S, air minum, sekam, koran, desinfektan, vita stress, vita chick, sedangkan vaksin yang diberikan adalah vaksin ND, NDIB dan Gumboro. Alat yang digunakan adalah kandang sebagai tempat hidup ayam, kawat ram untuk pembatas antarkandang, karung sebagai tempat sekam, tirai plastik sebagai penutup kandang, timbangan untuk menimbang ayam dan pakan, ember untuk mencampur vaksin dengan menggunakan susu skim, tempat pakan untuk meletakkan pakan, tempat minum untuk minum ayam, termometer untuk mengukur suhu udara, tali untuk menggantung tempat pakan dan minum, lampu untuk penerangan, termohigrometer untuk mengukur suhu dan kelembaban dan brooder untuk menghangatkan ayam sampai dengan umur 2 minggu.
2.1.2.   Manajemen processing
Bahan yang digunakan pada praktikum dengan materi manajemen prosesing adalah 1 ekor ayam dengan umur 35 hari untuk 2 orang praktikan. Alat yang digunakan adalah pisau untuk memotong, plastik untuk membungkus hasil karkas, sterofoam untuk tempat karkas, nampan sebagai tempat meletakkan ayam setelah pemotongan, panci dan kompor untuk merebus air serta stopwatch untuk menghitung tetes darah yang keluar sehabis dipotong.
2.2.      Metode                                                                               
2.2.1.   Persiapan kandang
            Sebelum kedatangan ayam melakukan persiapan kandang yang meliputi, membersihan lingkungan sekitar dan kandang yaitu membersihkan lantai dan dinding dengan pengapuran yang bertujuan untuk membunuh bakteri pada kandang sehingga tidak menyebabkan penyakit pada ayam. Tiga hari sebelum chick in yaitu menyemprotkan kandang dengan desinfektan untuk membunuh kuman dan bakteri. Membuat kandang DOC membuat sekat antar flocks dengan kawat ram yang bertujuan untuk memisahkan kelompok ayam. Menyiapkan lampu dan brooder yang bertujuan untuk membuat kondisi ayam nyaman sesuai dengan tubuh induknya. Menaburkan sekam dengan ketebalan ±5 cm untuk menjaga temperatur kandang. Mengalasi sekam untuk DOC dengan kertas koran yang bertujuan agar anak ayam tidak memakan sekam. Karena anak ayam belum bisa membedakan antara pakan dan sekam. Memasang tirai, 1 hari sebelum DOC datang memasang lampu dan menyalakan brooder terlebih dahulu dan menyemprot kandang ulang dengan desinfektan. Semua hal diatas tadi bertujuan untuk membuat DOC senyaman mungkin karena mulai hari pertama sampai dengan hari yang ketujuh sangat berpengaruh terhadap performa ayam selanjutnya.
2.2.2.   Kedatangan DOC
             DOC datang yang harus dilakukan adalah mengecek strain, menghitung jumlah DOC, mengambil 10 ekor DOC secara acak sebagai sampel, kemudian menimbang bobot sampel. Membagi DOC dalam flock-flock dan memberikan air gula dengan dosis 5%. Pemberian air gula bertujuan untuk mengembalikan energi yang hilang selama perjalanan dan menghindari dehidrasi pada DOC.
2.2.3.   Manajemen pemeliharaan
            Pemeliharaan ayam broiler pada saat masih DOC dilakukan dengan membuat suasana kandang menjadi hangat menggunakan brooder  sampai umur 2 minggu karena DOC masih rentan terhadap iklim lingkungan yang ekstrim, memberi pakan yang telah dihaluskan sesuai kebutuhan, memberikan air minum secara adlibitum. Memberikan pakan fase starter pada umur 1 - 14 hari yang berupa pakan komersial B 11S yang berasal dari PT. Charoen Pokhpand dan memberikan pakan BR2 pada hari ke 14 - 28. Melakukan pergantian litter fase starter setiap 1 minggu sekali serta memberikan vitamin-vitamin pada pakan ataupun air minum ayam saat DOC sampai fase starter
Melakukan pengukuran suhu dan kelembaban setiap hari pada pukul 05.00, 13.00, dan 21.00 WIB karena pada jam tersebut sudah mewakili dari masing-masing waktu pagi, siang dan malam. Suhu dan kelembaban diukur di dalam kandang. Pengaturan keadaan kelembaban di dalam ruangan kandang dapat diusahakan sekaligus bersama-sama dengan pengaturan keadaan temperatur.
2.2.4.   Vaksinasi
Metode yang digunakan pada waktu vaksinasi adalah meneteskan vaksin ND pada mata salah satu mata DOC. Vaksinasi NDIB diberikan melalui air minum dengan dilarutkan dengan 1 liter air dan susu skim. Pada saat vaksinansi yang pertama menggunakan vaksin aktif. Vaksinasi senjutnya menggunakan vaksin inaktif. Vaksinasi gumboro dilarutkan pada 6 liter air melalui air minum dan mencampurkan susu skim yang sebelumnya ayam dipuasakan minum selama 1 - 2 jam. Setelah air minum vaksin tersebut habis langsung diganti dengan air minm dengan campuran gula merah cair.

2.2.5.   Evaluasi performance
Evaluasi performance bertujuan untuk mengetahui bagaimana respon ternak terhadap pemeliharan apakah menunjukkan hasil yang positif atau negatif pada kurun waktu tertentu. Evaluasi performance pemeliharaan broiler dilakukan pada tiap minggu. Melakukan penimbangan bobot badan mingguan dan mengitung pertambahan bobot badan pada 10 ayam sampel. Kemudian melakukan perhitungan untuk evaluasi performance meliputi:

Efisiensi pakan : pertambahan bobot badan  x 100 %
                         konsumsi pakan

Konversi pakan: S Konsumsi rata-rata pakan total (per minggu)
                                                      PBB

Mortalitas : Jumlah ayam mati            x 100%
                   Jumlah ayam total

Morbiditas : Jumlah ayam sakit          x 100%
                    Jumlah ayam total

 yang dihitung pada tiap minggu selama pemeliharaan.


2.2.6.   Pelaksanaan processing
            Tahapan dan metode yang dilakukan pada waktu processing ayam broiler adalah memuasakan ayam selama 8 jam, menimbang bobot hidup ayam, memotong atau menyembelih ayam, menghitung waktu keluarnya darah sampai darah benar-benar tidak menetes lagi (bleeding), menimbang kembali ayam yang telah disembalih untuk mengetahui bobot mati dan akan diketahui juga bobot darah dengan cara mengurangkan bobot hidup dengan bobot mati, mencelupkan ayam ke dalam air panas selama 60 detik, mencabuti bulu mulai dari bulu-bulu besar pada bagian ekor dan sayap, kemudian bulu pada bagian kepala, leher, badan, dan kaki sampai bersih, mencuci ayam dengan air sambil mencabuti bulu-bulu jarum dan membersihkan kotoran yang menempel, menimbang kembali ayam untuk mendapatkan bobot bulu dan melakukan penilaian karkas sesuai USDA. Memotong perut bagian bawah 1-3 cm lalu mengambil rgan bagian dalam dan dilanjutkan menimbang ayam untuk mendapatkan bobot dressed, memisahkan antara hati, jantung, ampela kemudian menimbang masing-masing bagian untuk mendapatkan bobot viscera, menimbang saluran pencernaan sebelum dan sesudah dicuci bersih untuk mendapatkan bobot giblet bruto dan netto. Memotong kepala, leher, dan kaki untuk mendapatkan bobot karkas, mengambil lemak abdominal dan menimbangnya untuk mendapatkan bobot lemak abdominal. Memotong ayam menjadi beberapa potongan komersial, mencuci hasil processing menyajikan pada sterofoam dan membungkusnya dengan plastik.



BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1.      Pemeliharaan Ayam Pedaging
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil bahwa pemeliharaan ayam broiler dibagi menjadi 2 fase yaitu fase starter dan fase finisher yang meliputi manajemen persiapan kandang, pemberian pakan, vaksinasi, dan sanitasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (1992) yaitu pemeliharaan ayam broiler dilakukan selama 35 hari atau 5 minggu. Pemeliharaannya dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase starter dan fase finisher. Fadilah (2006) menambahkan bahwa kegiatan yang dilakukan selama melaksanakan manajemen pemeliharaan ayam broiler meliputi kegiatan persiapan kandang dan peralatan yang digunakan, penggunaan dan pengaturan pergantian litter, perlakuan saat DOC datang, sanitasi kandang, pemberian pakan dan air minum, seleksi, vaksinasi, pemberian vitamin dan obat-obatan dan pemanenan.

3.1.1.   Persiapan Kandang
            Berdasarkan hasil praktikum diperoleh bahwa persiapan kandang meliputi pembersihan kandang baik bagian luar maupun bagian dalam kandang, melakukan pengapuran dan penyemprotan dengan desinfektan hal ini bertujuan untuk membunuh endoparasit dan ekto parasit yang ada dalam kandang, pembuatan flock untuk memisahkan ayam, pembuatan brooder untuk membuat ternak nyaman dengan lingkungannya, persiapan tempat pakan dan minum untuk ayam, penaburan sekam pada alas kandang dan persiapan koran untuk alas yang bertujuan agar anak ayam tidak memakan sekam karena pada saat DOC belum bisa membedakan antara sekam dan pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Priyatno (1999) yang menyatakan bahwa persiapan kandang adalah dengan membersihkan kandang, pemberian desinfektan dan fumigasi. Tujuan dari pemberian desinfektan, pengapuran dan fumigasi adalah untuk menghilangkan patogen yang dapat menyebabkan ayam sakit. Rasyaf (1992) yang menambahkan bahwa persiapan pemeliharaan dimulai dengan pencucian kandang dengan desinfektan, dilanjutkan dengan membersihkan kandang, dan areal di sekitar kandang. Seluruh bagian kandang disemprot dengan desinfektan.
3.1.2.   Chick in
            Berdasarkan hasil praktikum pada saat chick in yang dilakukan adalah menimbang bobot ayam kemudian menghitung DOC sejumlah 250 ekor ayam. Pada saat DOC datang langsung diberikan air gula. Dosis gula yang diderikan adalah sebesar 5%. Pemberian air gula ini bertujuan untuk menggantikan cairan yang hilang saat pendistribusian. Hal ini sesuai dengan  pendapat Murtidjo (1987) yang menyatakan bahwa pertama kali yang harus kita lakukan setelah DOC datang adalah pemberian air minum yang dicampur dengan air gula 1-2 % dan obat anti stress.  Pencampuran air gula tersebut dimaksudkan untuk menggantikan cairan tubuh dan energi yang hilang selama dalam perjalanan. Fadilah (2006) menambahkan bahwa saat DOC tiba, sebaiknya diberikan air gula aren 2-5%, hal ini dilakukan untuk memberikan energi untuk DOC yang mana energinya telah habis saat di perjalanan.
3.1.3.   Pemeliharaan
            Berdasarkan hasil praktikum pada saat pemeliharaan yang dilakukan adalah anak ayam atau DOC (day old chick) dipelihara selama 32 hari sampai mendapatkan produksi daging yang optimal. Pemberian pakan untuk DOC diberikan sesuai dengan kebutuhan dan air minum diberikan secara ad libitum yaitu pakan diberikan secara terus menerus. Pakan diberikan dengan menggunakan chick feeder tray yang diletakkan di lantai agar memudahkan dalam mengkonsumsi pakan, sedangkan pada saat mencapai umur 1 minggu pakan diberikan dalam feeder tube. Peletakan tempat pakan dan minum pada masa ini adalah dengan digantung setinggi bahu ayam. Hal ini dilakukan agar pakan dan minum tidak mudah tumpah dan tidak tercampur dengan sekam. Sekam yang tercampur dalam pakan atau minum akan membahayakan ternak jika memakannya, karena dapat mengganggu saluran pencernaan. Sistem pemberian pakan yang dilakukan sudah baik, karena meperhatikan cara untuk memberi pakan pada saat DOC dan ayam periode finisher meliputi tempat pakan yang digunakan, cara penempatan tempat pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf  (1992) yang menyatakan bahwa pakan untuk ayam broiler dibedakan menjadi dua tahap yaitu pakan untuk periode starter dan pakan untuk periode finisher. Fadilah et al. (2007) menambahkan bahwa pemberian pakan pada saat starter diberikan di chick feeder tray dan pada saat finisher diberikan pakan dalam feeder tube yang digantung.
Tirai ditutup pada fase starter bertujuan untuk menyesuaikan kondisi lingkungan yang dibutuhkan DOC. Setelah ayam berumur lebih dari 1 minggu tirai ditutup pada saat malam hari atau pada saat suhu rendah, ketika ada angin kencang dan hujan. Hal ini dilakukan agar suhu dalam kandang tetap nyaman dan sekam tidak basah. Tirai dibuka pada saat siang hari atau ketika suhu tinggi dan berfungsi sebagai ventilasi udara sehingga sirkulasi udara dapat berjalan dengan lancar dan baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (1995) yang menyatakan bahwa pertukaran udara dalam kandang akan sangat penting untuk membuang gas-gas amoniak yang dapat mengganggu pertumbuhan ayam. Penggantian litter dengan menggunakan sekam dilakukan apabila sekam sudah basah. Tujuan dari penggantian sekam adalah untuk menghindari peningkatan kandungan amonia dan penyebaran bibit penyakit. Hal ini sesuai dengan pendapat Fadilah (2006) bahwa litter yang basah bisa meningkatkan kandungan amonia, menjadi tempat berkembang biak berbagai penyakit, dan menyebabkan bulu ayam kotor.
Pengaturan suhu dalam kandang bagi ternak dilakukan dengan pengaturan tirai dan brooder. Bahan yang digunakan sebagai tirai adalah plastik tebal. Brooder menggunakan lampu bohlam yang apabila suhu tinggi maka bohlam dimatikan dan diangkat dijauhkan dari DOC. Suhu rata-rata dalam kandang pada minggu pertama 31,85oC, minggu kedua 30,65oC, minggu ketiga 29,91oC dan pada minggu keempat 29,65oC. Suhu tersebut bukan merupakan comfort zone bagi ternak sehingga ternak sering melakukan panting. Suhu yang baik untuk hidup ayam broiler adalah sekitar 320-350C. Hal ini sesuai dengan pendapat Suryana dan Hasbianto (2008) bahwa sistem perkandangan yang ideal untuk usaha ternak ayam ras adalah persyaratan temperatur berkisar 32,2-350C dan kelembapan 60-70%. Awal DOC masuk tirai ditutup selama 1 minggu dan menggunakan lampu brooder yang berfungsi sebagai pemanas atau penghangat. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (1995) yang menyatakan bahwa alat pemanas merupakan suatu alat yang digunakan untuk memberi rasa hangat serta berfungsi untuk menggantikan panas tubuh yang biasa diberikan oleh induk ayam untuk menjaga tubuh anak ayam agar tetap stabil.
Sanitasi dilakukan secara rutin setiap hari meliputi sanitasi kandang, peralatan dan praktikan yang masuk kandang (biosecurity). Sanitasi kandang dilakukan dengan cara membersihkan kandang setiap harinya dengan cara menyapu sekam yang tercecer, selain itu juga membersihkan kandang luar dengan cara menyapu halaman luar kandang dan membersihkan selokan air agar tidak timbul bibit penyakit. Sanitasi peralatan yaitu dengan membersihkan tempat pakan dan air minum setiap hari supaya meminimalisir ternak agar tidak terkena penyakit baik dari jamur, bakteri, protozoa, dan virus yang dapat menimbulkan penyakit. Sanitasi praktikan (biosecurity) dengan cara menyemprotkan desinfektan ke tangan dan kaki supaya tidak membawa penyakit dari luar kandang. Hal ini sesuai dengan pendapat Murtidjo (1987) yang menyatakan bahwa tujuan dari sanitasi secara menyeluruh adalah untuk menjaga kebersihan kandang baik luar maupun  dalam kandang agar ternak dapat menampilkan performans yang baik dan ternak bebas dari penyakit. Rasyaf (1992) menambahkan bahwa penyebab dari kurang perhatian sanitasi akan menimbulkan ternak rentan terhadap penyakit, sehingga ternak banyak yang mati. Oleh karena itu sanitasi sangat diperlukan dalam manajemen usaha peternakan.
3.2.      Evaluasi Performance Ayam Pedaging
Berdasarkan praktikum, evaluasi performance didapatkan hasil  sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Performance Ayam Broiler Flock 3
Minggu
Parameter

Jumlah Ayam
Konsumsi
Pakan (g/ekor)
Rata-rata
BB (g)
PBB (g/mgu)
Efisiensi Pakan (%)
FCR
Mortalitas (%)
1
50
146
180
134
91,78
1,09
0

2
50
340,3
410
230
67,59
1,47
0

3
50
544,3
740
330
60,63
1,65
0

4
49
799,3
1100
360
45,04
2,22
2

 Jumlah

1829,9

1054


2

Sumber: Data Primer Praktikum Manajemen Ternak Unggas, 2013.


Berdasarkan tabel diatas konsumsi pakan ayam broiler tertinggi adalah minggu ke 4 yaitu sebesar 360 g/ekor, dimana ayam broiler sudah masuk kedalam fase finisher sehingga  pakan yang dibutuhkan relatif lebih banyak. Jumlah konsumsi pakan sangat mempengaruhi konversi pakan dan efisiensi pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna dan Kartasudjana (2006) yang menyatakan bahwa pada waktu pemeliharaan ayam broiler selama 4 minggu dengan energi metabolis ransum 3000 kkal/kg dan protein 22%, konsumsi ransum sebesar 2,5 kg/ekor, bobot badan yang dihasilkan berkisar 1,2-1,3 kg/ekor. Pertambahan Bobot Badan ayam broiler yang paling tinggi berdasarkan tabel diatas adalah pada minggu ke 4 yaitu 1088 g. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan bobot badan selalu meningkat dari minggu pertama sampai minggu ke 4. Hal ini sesuai dengan pendapat Kartasudjana (2006) bahwa pertumbuhan yang paling cepat terjadi sejak menetas sampai umur 4-6 minggu, kemudian mengalami penurunan dan terhenti sampai mencapai dewasa. Kecepatan pertumbuhan dapat diukur dengan menimbang pertambahan berat badan secara berulang setiap hari atau setiap minggu. Ditambahkan oleh Anggorodi (1985) yang menyatakan bahwa pertumbuhan ternak dimulai secara perlahan kemudian cepat hingga pada akhirnya terhenti sama sekali dan jika digambarkan akan membentuk kurva sigmoidal.
Konversi pakan ayam broiler minggu ke 1 sebesar 1,09 sedangkan standarnya adalah 0,92. Minggu ke 2 sebesar 1,4 lebih tinggi dari standar yaitu 1,23; minggu ke 3 sebesar 1,64 lebih tinggi dari standar yaitu 1,39; dan minggu ke 4 sebesar 2,22 lebih tinggi dari standar yaitu 1,74. Hal ini dapat disebabkan ayam mengalami stres dalam menghadapi lingkungan baru, sehingga laju metaboliknya terganggu, lingkungan kandang yang tidak bersih seperi sekam yang tidak diganti secara teratur dan kurangnya biosecurity atau penjaga kandang yang tidak steril, lingkungan sekitar kandang yang tidak kondusif seperti kegaduhan yang dibuat penjaga dan terjadinya perubahan pemberian pakan yang mempengaruhi palatabilitas ayam tersebut sehingga mempengaruhi laju pertumbuhan ayam. Kondisi lingkungan yang panas, kandang yang terlalu padat dan kotor juga berpengaruh sehingga ayam menjadi stress. Menurut Suprijatna dan Kartasudjana (2006) menyatakan bahwa konversi pakan rata-rata ayam broiler selama pemeliharaan sebesar 1,053. Standar konversi ransum umur 3 minggu sebesar 1,39 dan pada umur 4 minggu yaitu 1,74. Konversi pakan merupakan acuan untuk menilai keberhasilan peternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (1992) yang menyatakan bahwa konversi pakan ini penting sekali dalam produksi unggas pedaging karena merupakan acuan keberhasilan dalam beternak.
Berdasarkan tabel diatas nilai efesiensi yang paling tinggi adalah pada minggu ke 1 yaitu 91,78 %. Efisiensi yang sangat tinggi ini disebabkan oleh rendahnya FCR pada minggu pertama yang hanya sebesar 1,09. Nilai konversi dan efisiensi pakan pada ternak berbanding terbalik. Nilai efisiensi pakan semakin turun ketika ternak bertambah umurnya. Hal ini disebabkan karena semakin tua ternak akan mengalami pertumbuhan yang melambat. Hal ini sesuai dengan pendapat Murtidjo (1987) bahwa semakin rendah angka konversi pakan berarti semakin tinggi efisiensi penggunaan pakan dan semakin banyak pakan yang digunakan untuk mengatakan bobot badan per satuan berat badan ditambahkan oleh Rasyaf (2007) yang menyatakan bahwa efisiensi pakan berarti pakan yang dikonsumsi dapat membentuk daging, dengan kata lain efisiensi pakan telah tercapai.
Nilai mortalitas pada praktikum kali ini adalah 2% atau berjumlah 1 ekor dari total ayam 50 ekor dan terjadi pada minggu ke 4. Penyebab mortalitas yaitu lalainya peternak dalam pemberian pakan karena ayam tersebut tertindih tempat pakan. Menurut Fadilah (2006) program pencegahan penyakit erat kaitannya dengan program sanitasi, vaksinasi dan pengobatan dini pada umur-umur tertentu ketika gejala ayam sakit mulai tampak. Hal-hal yang dilakukan dalam program sanitasi yaitu program biosecurity dengan cara melakukan penyemprotan disinfektan di dalam dan di sekitar kandang secara rutin 2-3 hari sekali. Membatasi tamu keluar masuk lingkungan farm, jika masuk lokasi farm tamu disemprot dengan disinfektan dan membasmi binatang pembawa penyakit.
3.3.      Vaksinasi Ayam Pedaging
Berdasarkan praktikum vaksinasi yang diberikan selama pemeliharaan diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 2. Vaksinasi 1
No.
Parameter
Keterangan
1
Waktu pelaksanaan vaksinasi
28 Maret 2013
2
Jenis vaksin
ND1
3
Dosis vaksin
900 cc
4
Metode vaksinasi
Diteteskan pada mata
5
Respon ternak unggas post vaksinsi
Lidah berwarna kebiru-biruan
6
Dampak/penyakit ikutan
ND


Tabel 3. Vaksinasi 2
No.
Parameter
Keterangan
1
Waktu pelaksanaan vaksinasi
2 April 2013
2
Jenis vaksin
NDIB
3
Dosis vaksin
500 cc
4
Metode vaksinasi
Dicampur dengan air  minum+ susu skim
5
Respon ternak unggas post vaksinsi

6
Dampak/penyakit ikutan
Stress









Tabel 4. Vaksinasi 3
No.
Parameter
Keterangan
1
Waktu pelaksanaan vaksinasi
9 April 2013
2
Jenis vaksin
Gumboro 1
3
Dosis vaksin
500 cc
4
Metode vaksinasi
Dicampur dengan air minum + susu skim
5
Respon ternak unggas post vaksinsi

6
Dampak/penyakit ikutan

Sumber : Data Primer Praktikum Manajemen Ternak Unggas, 2013.
Vaksinasi dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pemberian vaksin NDB1, vaksin gumboro dan vaksin  ND Lasota. Pemberian vaksin NDB1 dilakukan pada saat ayam umur 4 hari dan menggunakan vaksin aktif. Vaksin aktif adalah vaksin yang berisi mikroorganisme agen penyakit dalam keadaan hidup, tetapi sudah dilemahkan, yang akan tumbuh dan berkembang baik dalam tubuh induk yang divaksin. Proses vaksinasi dilakukan dengan tetes mata dimana vaksin dilarutkan dalam larutan dapar kemudian dikocok sampai rata. Satu vaksin dapat digunakan untuk 100 ekor anak ayam dengan ketentuan satu ekor satu tetes vaksin. Vaksinasi yang kedua adalah pemberian vaksin terhadap penyakit gumboro yang dilakukan pada saat ayam berumur 10 hari melalui air minum dan sebelum dilakukan vaksinasi ayam dipuasakan selama 2 jam dengan tujuan agar air minum yang dicampur vaksin dapat habis dalam waktu yang singkat. Vaksinasi yang ketiga adalah pemberian vaksin ND Lasota yang dilakukan pada saat ayam berumur 18 hari melalui air minum dan sebelum dilakukan vaksinasi ayam dipuasakan selama 2 jam dengan tujuan agar air minum yang dicampur vaksin dapat habis dalam waktu yang singkat. Vaksinasi yang kedua dan ketiga ini menggunakan vaksin inaktif yaitu vaksin yang berisi mikroorganisme agen penyakit dalam keadaan mati (dimatikan), biasanya didalamnya dicampuri atau ditambahkan oil adjuvent Vaksin gumboro dan vaksin ND Lasota dicampur dengan penambahan susu skim 15 gram dan air 7 liter. Penambahan susu skim bertujuan memberikan energi/nutrisi untuk bakteri yang ada didalam vaksin. Karena bakteri tersebut membutuhkan makanan untuk tetap hidup. Proses vaksinasi hanya dilakukan apabila ayam dalam keadaan sehat dan kondisi lingkungan baik. Sesudah proses vaksinasi ayam diberi air minum yang dicampur dengan multivitamin atau antistress untuk mengatasi keadaan stress akibat perlakuan selama proses vaksinasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (1992) menyatakan bahwa vaksinasi dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain  melalui tetes mata, hidung, mulut dan air minum. Ditambahkan oleh Ensminger (1980) bahwa penyakit yang dapat dicegah dengan vaksinasi antara lain NCD/ND, Invectious Laringo Trachacitis, Fowlok, Avian Enchepalomielitis, Gumboro dan Marex.

3.4.      Pengukuran Suhu dan Kelembaban Lingkungan
Hujan sering terjadi selama praktikum berlangsung menyebabkan kondisi kandang dan litter lembab karena air hujan masuk ke dalam kandang. Hal ini sangat mempengaruhi kesehatan ayam. Litter yang lembab dan bercampur dengan ekskreta ayam sehingga menimbulkan gas amonia, H2S, dan CO2. Gas-gas tersebut jika terhirup oleh ayam akan mengganggu sistem pernapasan ayam. Faktor cuaca juga mempengaruhi suhu dan kelembaban baik itu di dalam (mikroklimat) maupun di luar kandang (makroklimat). Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (1992) yang menyatakan bahwa pengaruh cuaca merupakan faktor luar yang sangat menentukan dalam produksi peternakan. Pengukuran suhu dilaksanakan pada pukul 05.00 WIB, 13.00 WIB, dan 21.00 WIB, pada waktu tersebut mewakili kondisi suhu dan kelembaban pada pagi, siang dan malam sehingga rata-rata suhu dalam satu hari dapat tergambarkan. Berdasarkan praktikum manajemen ternak unggas ayam pedaging selama pemeliharaan diperoleh hasil bahwa suhu dan kelembaban rata-rata pada jam tersebut dalam 28 hari adalah sebesar 27,9o C, 32o C, 28o C dan kelembaban 76%, 61%, 74%. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Fuad (1992) yang menyatakan bahwa temperatur yang ideal bagi anak-anak ayam yang berumur 1 - 3 minggu yaitu 65 0F (36 0C). Fadilah (2004) menambahkan bahwa temperatur yang ideal untuk masa finisher adalah 25-27 0C. Temperatur dalam brooder pada fase starter tidak sesuai dengan kebutuhan ayam sehingga ayam mengalami cekaman dingin yang dapat menghambat pertumbuhan dan pada fase finisher ayam mengalami cekaman panas karena suhu sangat tinggi, suhu yang tinggi ini mengakibatkan ayam terengah-engah (panting). Suprijatna dan Kartasudjana (2008) menambahkan bahwa untuk daerah tropis, kondisi lingkungan yang mempengaruhi ternak yaitu temperatur dan kelembaban.










3.5.      Analisis Usaha Pemeliharaan Ayam Pedaging
Berdasarkan praktikum maka hasil analisis usaha dapat dilihat pada tabel  berikut ini:
Tabel 5. Analisis Usaha
Keterangan
Jumlah
Pengeluaran
Rp 6.675.000
BEP
Rp 19.777/kg bobot hidup
Laba
-Rp 14.700/ekor
Sumber: Data Primer Praktikum Manajemen Ternak Unggas, 2013.
Berdasarkan hasil praktikum manajemen ternak unggas dapat diketahui bahwa pengeluaran yang digunakan sebesar Rp. 6.675.000,00 dan mengalami kerugian sebesar Rp.14.700,00/ekor, besarnya nilai BEP/kg ayam adalah Rp.19.777,00/kg bobot hidup, sehingga penjualan ayam mengalami kerugian karena hasil penjualan tidak dapat menutup semua biaya produksi. Hal tersebut disebabkan oleh manajemen pemeliharaan yang kurang baik, faktor lingkungan yang kurang mendukung, harga DOC yang mahal, biaya pakan yang mahal dan harga jual yang rendah. Harga jual yang rendah ini mengakibatkan tidak imbangnya biaya produksi dengan pendapatan. Hal sesuai dengan pendapat Rasyaf (1992) yang menyatakan biaya ransum memegang 45-84% dari total biaya produksi, biaya pemeliharaan dan kesehatan 7-20% dari biaya produksi. Biaya pakan, pemeliharaan dan kesehatan merupakan biaya variable. Biaya tetap terdiri dari biaya penyusutan alat-alat peternakan, gudang, biaya tenaga kerja tetap, bunga kas modal dan pajak. Rasyaf (2007) menambahkan bahwa hal-hal yang harus dilakukan dalam evaluasi pemasaran adalah menentukan jalur pemasaran, mengamati naik-turunnya harga broiler serta mengevaluasi kebijakan dari hasil evaluasi tersebut. Analisis usaha broiler menyangkut masalah evaluasi hasil ternak yaitu berupa untung dan rugi. Pengeluaran usaha meliputi biaya investasi dan biaya operasional selama pemeliharaan.

3.6.      Pengamatan Penilaian Ayam Pedaging Hidup
Tabel 6.  Hasil Pengamatan, Penilaian, Keadaan Ayam Pedaging  Hidup
No
Faktor
Deskripsi keadaan ayam pedaging
Klasifikasi
1.
Kondisi kesehatan
Baik dan aktif
baik
2.
Bulu
Putih, lebat, dan mengkilap
     baik
3.
Dada
Membungkuk
baik
4.
Punggung
Tegap
baik
5.
Kaki dan sayap
tegap, kokoh dan kuat
baik
6.
Keadaan lemak (dada)
Tidak terlalu tebal
baik
Sumber : Data Primer Praktikum Manajemen Ternak Unggas, 2013
            Berdasarkan hasil praktikum didapatkan hasil bahwa kondisi kesehataan ayam baik yang ditandai dengan pergerakan ayam yang aktif, mempunyai bulu putih, lebat dan mengkilap, dada membungkuk, punggung tegap. Ayam tersebut mempunyai kaki dan sayap yang tegap, kokoh dan kuat serta keadaan lemak yang tidak terlalu tebal. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuwanta (2004) yang menyatakan bahwa ciri-ciri ayam yang baik diantaranya bentuk badan, kaki, kepala, jari proposional, normal serta tidak cacat. Bulu-bulu anus dan pusar kering tidak berair atau lengket, mata bulat, jernih dan bercahaya. Kaki kuat dan mampu berdiri dengan tegak. Hal ini ditambahkan oleh pendapat Suprijatna dan Kartasudjana (2006) yang menyatakan bahwa karakteristik ayam produktif dapat diamati dari mata yang segar, bersinar dan bulat, bulu mengkilat, besih  dan merata, sayap tidak terkulai dan kuat, kaki tegap dan kuat, punggung lebar, rata dan bagus, keadaan lemak dada penuh dan padat.

3.7.      Teknik Penyiapan dan Evaluasi Karkas
3.7.1.   Processing

Kegiatan prosessing pada ayam broiller meliputi penyembelihan (staughtering), pencelupan (scalding), pencabutan bulu, pemotongan cakar dan kelenjar minyak pada pangkal ekor, pembukaan isi bagian perut, pengeluaran viscera, pemotongan kepala dan leher. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna dan Kartasudjana (2002) yang menyatakan bahwa kegiatan prosessing meliputi penyembelihan untuk mengeluarkan darah, pencabutan bulu, pengeluaran viscera, pemotongan kepala, leher dan kaki.
Persiapan yang dilakukan sebelum ayam disembelih yaitu ayam dipuasakan terlebih dahulu selama 6 jam sebelum dipotong dan hanya diberi air minum. Tujuan dari pemuasaan ini adalah untuk mengosongkan saluran pencernaan sehingga memudahkan dalam pengeluaran viscera dan mencegah terjadinya kontaminasi dari isi pencernaan pada daging yang akan mengurangi kualitas dari karkas ayam. Pada ayam yang akan dipotong sebaiknya tidak boleh diberi pakan dan minum yang mengandung obat-obatan kimia, hal ini untuk mencegah residu yang tertinggal di daging sebelum dikonsumsi. Hal ini sesuai pendapat Suprijatna dan Kartasudjana (2006), yang menyatakan bahwa hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menyiapkan ayam dalam bentuk karkas yaitu tiga hari sebelum ayam dipotong, ayam tidak diberi makanan atau minuman yang mengandung obat-obatan. Pemotongan ayam ini dilakukan dengan tata cara syariat Islam untuk menjamin produk halal.
Cara mematikan ayam melalui sticking (disembelih), debraining (merusak otot) dan dislocating (mematahkan leher). Persyaratan penyembelihan menurut agama islam menuntut adanya persyaratan menyebut nama Allah sebelum penyembelihan disamping persyaratan lainnya yaitu terputusnya vena jagularis, arteri carotis, larynx dan pharynx. Setelah ayam disembelih, darah yang menetes dituntaskan dengan menggantung ayam dengan posisi kepala di bagian bawah selama 3-5 menit. Hal ini sesuai dengan pendapat Murtidjo (2003) menyatakan bahwa syarat dan tata cara penyembelihan ayam di Indonesia memenuhi syariat agama Islam untuk menjamin produk yang dihasilkan halal.
3.5.2.   Evaluasi Karkas
Berdasarkan hasil praktikum mengenai evaluasi karkas didapatkan hasil pada tabel 4 sebagai berikut:
Tabel 7. Hasil Evaluasi Karkas
Parameter
Bobot Organ (Kg)
Bobot Relatif (Kg)
Bobot hidup
1,230
1
Bobot mati
1,150
0,9349
Bobot dressed
1,050
0,8536
Bobot karkas
0,943
0,767
Rata-rata % karkas
81,52%
Sumber: Data Primer Praktikum Manajemen Ternak Unggas, 2013.

            Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan didapatkan bahwa rata-rata persentase karkas yang didapat sebesar 81,52%. Persentase tersebut termasuk baik karena antara bobot hidup dengan bobot mati, serta bobot bagian tubuh selisihnya tidak terlalu banyak. Hal ini sesuai dengan pendapat Murtidjo (2003) yang menyatakan bahwa rata-rata berat karkas broiler berkisar 65-75% berat hidup waktu siap dipotong.
            Kualitas karkas yag diperoleh pada saat praktikum memiliki kualitas yang baik karena lemak yang terdapat dalam kulit dan daging sedikit. Selain itu, ayam yang dikarkas pada waktu hidupnya diberikan makan dan minum yang bebas dari obat-obatan dan penyakit. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna dan Kartasudjana (2006) yang menyatakan bahwa hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menyiapkan ayam dalam bentuk karkas yaitu tiga hari sebelum ayam dipotong ayam tidak diberi makanan atau minuman yang mengandung obat-obatan dan penyakit.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
            Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa praktikum manajemen ternak unggas yang telah dilakukan kurang baik. Akan tetapi pada saat persiapan kandang, chick in, dan pemeliharaan sudah dilakukan dengan prosedur yang baik dan benar. Namun, ketika waktu pemasaran didapatkan hasil yang rugi. Hal ini terlihat dari jumlah pengeluaran yang dikeluarkan untuk pembuatan kandang dan yang lainnya, serta hitungan laba rugi yang telah dihitung.
4.2. Saran
            Seharusya pada saat awal praktikum link yang didapat haruslah banyak, ketika pemasaran tidak susah mencari lagi.



DAFTAR PUSTAKA

Ensminger, M.E. 1980. Poultry Science (Animal Agriculture Series). Edition 2nd. The Interstate Printers and Publisher Inc, Danville, Illionis.

Fadilah, R. 2004. Panduan Mengelola Peternakan Ayam Broiler Komersial. Agromedia Pustaka, Bogor.

Fadilah, R. 2006. Panduan Mengelola Peternakan Ayam Broiler Komersial. Agromedia Pustaka, Bogor.

Fadilah, R., A Polana, S.Alam, dan E. Parwanto. 2007. Sukses Beternak Ayam Broiler. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Fuad, Y. 1992. Usaha Peternakan Ayam Potong. Akademika Presindo, Jakarta.
Priyatno, M. A. 1999. Mendirikan Usaha Pemotongan Ayam. PT. Penebar Swadaya. Jakarta
Rasyaf, M. 1992. Pengelolaan Usaha Ayam Kampung. Kanisius, Yogyakarta.

Rasyaf, M. 1995. Manajemen Peternakan Ayam Broiler. Cetakan ke 5. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rasyaf, M. 2007. Pengelolaan Pedaging. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Suprijatna, E., dan R. Kartasudjana. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarata.

Suryana dan A. Hasbianto. 2008. Usaha Tani Ayam Buras di Indonesia, Permasalahan dan Tantangan. Jurnal Litbang Pertanian.


Yuwanta, T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Kanisius, Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar