MANAGEMEN TERNAK UNGGAS
Disusun oleh :
Kelompok IIIB
Alfi Kurnia
Pangestuti 23010111120055
Zakiyah
Wulansari 23010111120061
M. Istiadi 23010111130067
Muhammad
Bahaudin N 23010111130073
Satrio
Wicaksono 23010111130080
Susana 23010111130086
Ema Vuri Amalia 23010111130092
Nina
Mahmudah 23010110130094
Rizal Yoga P. 23010111130099
PROGRAM STUDI
SI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013
LEMBAR PENGESAHAN
Judul :
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM MANAJEMEN TERNAK UNGGAS
Kelompok : I (SATU)
Jurusan : PETERNAKAN DAN PERTANIAN
Tanggal
Pengesahan : MEI 2013
Menyetujui,
Asisten Koordinator Kelas
Praktikum Manajemen Ternak Unggas
Tegar Wicaksono
NIM. 2301010130229
|
Asisten Pembimbing
Wisnuwati
NIM. 2301010120042
|
Dosen Penanggung jawab
Praktikum Manajemen Ternak Unggas
Maulana
H.Nasution, S.Pt.,MP.
NIP. 19710511 1995121 1 002
|
BAB
I
PENDAHULUAN
Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang
memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam
memproduksi daging ayam. Pemeliharaan ayam broiler harus menggunakan
ransum yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan ternak tersebut. Kebutuhan ayam
sendiri dapat ditentukan oleh umur ternak dan fisiologis ternak. Selain itu,
faktor lingkungan juga mempengaruhi performa ternak. Ayam broiler menghasilkan produk
pangan yang bergizi tinggi dan mempunyai
niai ekonomis tinggi. Seperti
yang telah disebutkan diatas, usaha beternak ayam/unggas perlu memperhatikan
pakan, breeding, manajemen dan lingkungan. Keempat hal tersebut diperlukan dalam peningkatan produksi dan
kesemuanya itu saling berinteraksi antar satu dengan lainnya.
Tujuan dari praktikum Manajemen
Ternak Unggas adalah agar mahasiwa mampu menerapkan memanajemen pemeliharaan
ayam pedaging dari persiapan kandang sampai pemasaran serta vaksinasi dan processing, selain itu dapat memecahkan
masalah yang berkaitan dengan tatalaksana pemeliharaan ayam pedaging. Manfaat
yang didapat dari praktikum ini adalah dapat memelihara ayam pedaging dengan
benar, dari memberikan pakan, vaksinasi, mengganti litter, membuka dan menutup
ventilasi, sampai pemasaran dan processing
ayam.
BAB II
MATERI DAN METODE
Praktikum Manajemen Ternak Unggas
dengan materi pemeliharaan ayam broiler dilaksanakan pada tanggal 26 Maret – 29
April 2013 di Kandang Ternak Unggas Laboratorium Ilmu Ternak Unggas, processing dengan materi teknik
penyiapan dan evaluasi karkas unggas dilaksanakan tanggal 3 Mei pukul 15.00-17.00
WIB di Laboratorium Penetasan, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang.
2.1. Materi
2.1.1. Manajemen
pemeliharaan
Bahan yang digunakan pada praktikum
dengan materi menejemen pemeliharaan ayam broiler adalah 250 ekor Day Old
Chicken (DOC) strain Hubbard dari
PT. Wonokoyo Group dengan rata-rata bobot badan awal 44 gram, larutan gula untuk DOC yang datang,
pakan BR-11S, air minum, sekam, koran, desinfektan, vita stress, vita chick,
sedangkan vaksin yang diberikan adalah vaksin ND, NDIB dan Gumboro. Alat yang
digunakan adalah kandang sebagai tempat hidup ayam, kawat ram untuk pembatas
antarkandang, karung sebagai tempat sekam, tirai plastik sebagai penutup
kandang, timbangan untuk menimbang ayam dan pakan, ember untuk mencampur vaksin
dengan menggunakan susu skim, tempat pakan untuk meletakkan pakan, tempat minum
untuk minum ayam, termometer untuk mengukur suhu udara, tali untuk menggantung
tempat pakan dan minum, lampu untuk
penerangan, termohigrometer untuk mengukur suhu dan kelembaban dan brooder untuk
menghangatkan ayam sampai dengan umur 2 minggu.
2.1.2.
Manajemen processing
Bahan yang
digunakan pada praktikum dengan materi manajemen prosesing adalah 1 ekor ayam dengan umur 35 hari untuk 2 orang praktikan. Alat yang digunakan adalah pisau untuk memotong, plastik untuk
membungkus hasil karkas, sterofoam untuk tempat karkas, nampan sebagai tempat meletakkan ayam setelah pemotongan,
panci dan kompor untuk merebus air
serta stopwatch untuk menghitung tetes darah yang keluar sehabis dipotong.
2.2. Metode
2.2.1.
Persiapan kandang
Sebelum kedatangan ayam melakukan
persiapan kandang yang meliputi, membersihan lingkungan sekitar dan kandang
yaitu membersihkan lantai dan dinding dengan pengapuran yang bertujuan untuk
membunuh bakteri pada kandang sehingga tidak menyebabkan penyakit pada ayam. Tiga
hari sebelum chick in yaitu
menyemprotkan kandang dengan desinfektan untuk membunuh kuman dan bakteri. Membuat
kandang DOC membuat sekat antar flocks
dengan kawat ram yang bertujuan untuk memisahkan kelompok ayam. Menyiapkan
lampu dan brooder yang bertujuan
untuk membuat kondisi ayam nyaman sesuai dengan tubuh induknya. Menaburkan
sekam dengan ketebalan ±5 cm untuk menjaga temperatur kandang. Mengalasi sekam
untuk DOC dengan kertas koran yang bertujuan agar anak ayam tidak memakan
sekam. Karena anak ayam belum bisa membedakan antara pakan dan sekam. Memasang
tirai, 1 hari sebelum DOC datang memasang lampu dan menyalakan brooder terlebih dahulu dan menyemprot
kandang ulang dengan desinfektan. Semua hal diatas tadi bertujuan untuk membuat
DOC senyaman mungkin karena mulai hari pertama sampai dengan hari yang ketujuh
sangat berpengaruh terhadap performa ayam selanjutnya.
2.2.2.
Kedatangan DOC
DOC datang yang harus dilakukan adalah
mengecek strain, menghitung jumlah DOC, mengambil 10 ekor DOC secara acak
sebagai sampel, kemudian menimbang bobot sampel. Membagi DOC dalam flock-flock dan memberikan air gula dengan
dosis 5%. Pemberian air gula bertujuan untuk mengembalikan energi yang hilang
selama perjalanan dan menghindari dehidrasi pada DOC.
2.2.3.
Manajemen pemeliharaan
Pemeliharaan ayam broiler pada saat
masih DOC dilakukan dengan membuat suasana kandang menjadi hangat menggunakan brooder sampai umur 2 minggu karena DOC masih rentan
terhadap iklim lingkungan yang ekstrim, memberi pakan yang telah dihaluskan sesuai
kebutuhan, memberikan air minum secara adlibitum.
Memberikan pakan fase starter pada umur 1 - 14 hari yang berupa pakan komersial B 11S yang berasal dari PT. Charoen Pokhpand dan memberikan
pakan BR2 pada hari ke 14 - 28. Melakukan pergantian litter fase
starter setiap 1
minggu sekali serta memberikan vitamin-vitamin pada pakan ataupun air minum
ayam saat DOC sampai fase starter.
Melakukan
pengukuran suhu dan kelembaban setiap hari pada pukul 05.00,
13.00, dan 21.00 WIB karena pada
jam tersebut sudah mewakili dari masing-masing waktu pagi, siang dan malam. Suhu
dan kelembaban diukur di dalam kandang. Pengaturan keadaan kelembaban di dalam ruangan kandang
dapat diusahakan sekaligus bersama-sama dengan pengaturan keadaan temperatur.
2.2.4.
Vaksinasi
Metode yang digunakan pada waktu vaksinasi adalah meneteskan
vaksin ND pada mata salah satu mata DOC. Vaksinasi NDIB diberikan melalui air minum dengan dilarutkan dengan 1
liter air dan susu skim. Pada saat vaksinansi yang pertama
menggunakan vaksin aktif. Vaksinasi senjutnya menggunakan vaksin inaktif. Vaksinasi gumboro dilarutkan pada 6 liter air melalui air
minum dan mencampurkan susu skim yang sebelumnya ayam dipuasakan minum selama 1 - 2 jam. Setelah air minum vaksin tersebut
habis langsung diganti dengan air minm dengan campuran gula merah cair.
2.2.5.
Evaluasi performance
Evaluasi performance bertujuan
untuk mengetahui bagaimana respon ternak terhadap pemeliharan apakah
menunjukkan hasil yang positif atau negatif pada kurun waktu tertentu. Evaluasi performance pemeliharaan broiler dilakukan pada tiap
minggu. Melakukan penimbangan bobot badan mingguan dan mengitung
pertambahan bobot badan pada 10 ayam sampel. Kemudian melakukan
perhitungan untuk evaluasi performance
meliputi:
Efisiensi
pakan : pertambahan bobot badan x
100 %
konsumsi pakan
Konversi pakan: S Konsumsi rata-rata pakan total (per minggu)
PBB
Mortalitas
: Jumlah ayam mati x
100%
Jumlah ayam total
Morbiditas
: Jumlah ayam sakit x
100%
Jumlah ayam total
yang dihitung pada tiap minggu selama
pemeliharaan.
2.2.6. Pelaksanaan processing
Tahapan dan metode yang dilakukan pada waktu processing ayam broiler adalah memuasakan
ayam selama 8 jam, menimbang bobot
hidup
ayam, memotong atau menyembelih ayam,
menghitung waktu keluarnya darah sampai darah benar-benar tidak menetes lagi (bleeding), menimbang kembali ayam yang telah
disembalih untuk mengetahui
bobot mati dan akan diketahui juga bobot
darah
dengan cara mengurangkan bobot hidup dengan bobot mati, mencelupkan ayam ke dalam air panas selama 60 detik, mencabuti bulu mulai dari bulu-bulu besar pada bagian
ekor dan sayap, kemudian bulu pada bagian kepala, leher, badan, dan kaki
sampai bersih, mencuci ayam
dengan air sambil mencabuti bulu-bulu jarum dan membersihkan kotoran yang
menempel,
menimbang kembali ayam untuk mendapatkan bobot bulu dan
melakukan penilaian karkas sesuai USDA. Memotong perut bagian bawah 1-3 cm lalu
mengambil rgan bagian dalam dan
dilanjutkan menimbang ayam untuk mendapatkan bobot dressed, memisahkan
antara hati, jantung,
ampela kemudian
menimbang masing-masing bagian untuk
mendapatkan bobot viscera, menimbang saluran pencernaan sebelum dan sesudah dicuci
bersih untuk mendapatkan bobot giblet
bruto dan netto. Memotong kepala, leher, dan kaki untuk mendapatkan bobot
karkas, mengambil lemak abdominal dan menimbangnya untuk
mendapatkan bobot lemak abdominal. Memotong ayam menjadi beberapa potongan komersial, mencuci hasil processing
menyajikan
pada sterofoam dan membungkusnya
dengan plastik.
BAB
III
HASIL
DAN PEMBAHASAN
3.1. Pemeliharaan Ayam Pedaging
Berdasarkan hasil
praktikum diperoleh hasil bahwa pemeliharaan ayam broiler dibagi menjadi 2 fase
yaitu fase starter dan fase finisher yang meliputi manajemen persiapan
kandang, pemberian pakan, vaksinasi, dan sanitasi. Hal ini sesuai dengan
pendapat Rasyaf (1992) yaitu pemeliharaan ayam broiler dilakukan
selama 35 hari atau 5 minggu. Pemeliharaannya dibagi menjadi 2 fase, yaitu
fase starter dan fase finisher. Fadilah (2006) menambahkan bahwa kegiatan yang dilakukan selama
melaksanakan manajemen pemeliharaan ayam broiler meliputi kegiatan persiapan
kandang dan peralatan yang digunakan, penggunaan dan pengaturan pergantian litter, perlakuan saat DOC datang,
sanitasi kandang, pemberian pakan dan air minum, seleksi, vaksinasi, pemberian
vitamin dan obat-obatan dan pemanenan.
3.1.1. Persiapan Kandang
Berdasarkan
hasil praktikum diperoleh bahwa persiapan kandang meliputi pembersihan kandang
baik bagian luar maupun bagian dalam kandang, melakukan pengapuran dan
penyemprotan dengan desinfektan hal ini bertujuan untuk membunuh endoparasit
dan ekto parasit yang ada dalam kandang, pembuatan flock untuk memisahkan ayam, pembuatan brooder untuk membuat ternak
nyaman dengan lingkungannya, persiapan tempat pakan dan minum untuk ayam,
penaburan sekam pada alas kandang dan persiapan koran untuk alas yang bertujuan
agar anak ayam tidak memakan sekam karena pada saat DOC belum bisa membedakan
antara sekam dan pakan. Hal ini
sesuai dengan pendapat Priyatno (1999) yang menyatakan bahwa persiapan kandang
adalah dengan membersihkan kandang, pemberian desinfektan dan fumigasi. Tujuan
dari pemberian desinfektan, pengapuran dan fumigasi adalah untuk menghilangkan
patogen yang dapat menyebabkan ayam sakit. Rasyaf (1992) yang menambahkan bahwa
persiapan pemeliharaan dimulai dengan pencucian kandang dengan desinfektan,
dilanjutkan dengan membersihkan kandang, dan areal di sekitar kandang. Seluruh
bagian kandang disemprot dengan desinfektan.
3.1.2. Chick
in
Berdasarkan
hasil praktikum pada saat chick in
yang dilakukan adalah menimbang bobot ayam kemudian menghitung DOC sejumlah 250
ekor ayam. Pada saat DOC datang langsung diberikan air gula. Dosis gula yang
diderikan adalah sebesar 5%. Pemberian air gula ini bertujuan untuk
menggantikan cairan yang hilang saat pendistribusian. Hal ini sesuai
dengan pendapat Murtidjo (1987) yang
menyatakan bahwa pertama kali yang harus kita lakukan setelah DOC datang adalah
pemberian air minum yang dicampur dengan air gula 1-2 % dan obat anti
stress. Pencampuran air gula tersebut dimaksudkan untuk
menggantikan cairan tubuh dan energi yang hilang selama dalam perjalanan. Fadilah (2006) menambahkan bahwa saat DOC
tiba, sebaiknya diberikan air gula aren 2-5%, hal ini dilakukan untuk
memberikan energi untuk DOC yang mana energinya telah habis saat di perjalanan.
3.1.3. Pemeliharaan
Berdasarkan
hasil praktikum pada saat pemeliharaan yang dilakukan adalah anak ayam atau DOC
(day old chick) dipelihara selama 32 hari sampai mendapatkan produksi daging
yang optimal. Pemberian pakan untuk DOC diberikan sesuai dengan kebutuhan dan
air minum diberikan secara ad libitum
yaitu pakan diberikan secara terus menerus. Pakan diberikan dengan menggunakan
chick feeder tray yang diletakkan di lantai agar
memudahkan dalam mengkonsumsi pakan, sedangkan pada saat mencapai umur 1 minggu pakan diberikan dalam feeder tube.
Peletakan tempat pakan dan minum pada masa ini adalah dengan digantung setinggi
bahu ayam. Hal ini dilakukan agar pakan dan minum tidak mudah tumpah dan tidak
tercampur dengan sekam. Sekam yang tercampur dalam pakan atau minum akan
membahayakan ternak jika memakannya, karena dapat mengganggu saluran
pencernaan. Sistem pemberian pakan yang dilakukan sudah baik, karena
meperhatikan cara untuk memberi pakan pada saat DOC dan ayam periode finisher meliputi tempat pakan yang
digunakan, cara penempatan tempat pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Rasyaf (1992) yang menyatakan bahwa
pakan untuk ayam broiler dibedakan menjadi dua tahap yaitu pakan untuk periode
starter dan pakan untuk periode finisher. Fadilah et al. (2007) menambahkan bahwa pemberian pakan pada saat starter diberikan di chick feeder
tray dan pada saat finisher
diberikan pakan dalam feeder tube yang digantung.
Tirai ditutup pada fase
starter bertujuan untuk menyesuaikan
kondisi lingkungan yang dibutuhkan DOC. Setelah ayam berumur lebih dari 1
minggu tirai ditutup pada saat malam hari atau pada saat suhu rendah, ketika
ada angin kencang dan hujan. Hal
ini dilakukan agar suhu dalam kandang tetap nyaman dan sekam tidak basah. Tirai
dibuka pada saat siang hari atau ketika suhu tinggi
dan berfungsi sebagai ventilasi udara sehingga sirkulasi udara dapat berjalan
dengan lancar dan baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (1995) yang
menyatakan bahwa pertukaran udara dalam kandang akan sangat penting untuk
membuang gas-gas amoniak yang dapat mengganggu pertumbuhan ayam. Penggantian litter dengan menggunakan sekam dilakukan
apabila sekam sudah basah. Tujuan dari penggantian sekam adalah untuk menghindari
peningkatan kandungan amonia dan penyebaran bibit penyakit. Hal ini sesuai
dengan pendapat Fadilah (2006)
bahwa litter yang basah bisa meningkatkan kandungan amonia, menjadi tempat
berkembang biak berbagai penyakit, dan menyebabkan bulu ayam kotor.
Pengaturan suhu dalam kandang bagi ternak dilakukan dengan pengaturan
tirai dan brooder. Bahan yang digunakan sebagai tirai
adalah plastik tebal. Brooder menggunakan lampu bohlam yang apabila suhu tinggi
maka bohlam dimatikan dan diangkat dijauhkan dari DOC. Suhu rata-rata dalam
kandang pada minggu pertama 31,85oC, minggu kedua 30,65oC,
minggu ketiga 29,91oC dan pada minggu keempat 29,65oC. Suhu
tersebut bukan merupakan comfort zone
bagi ternak sehingga ternak sering melakukan panting. Suhu yang baik untuk hidup ayam broiler adalah sekitar 320-350C.
Hal ini sesuai dengan pendapat Suryana dan Hasbianto (2008) bahwa sistem
perkandangan yang ideal untuk usaha ternak ayam ras adalah persyaratan
temperatur berkisar 32,2-350C dan kelembapan 60-70%. Awal DOC masuk
tirai ditutup selama 1 minggu dan menggunakan lampu brooder yang berfungsi sebagai pemanas atau penghangat. Hal ini
sesuai dengan pendapat Rasyaf (1995) yang menyatakan bahwa alat pemanas
merupakan suatu alat yang digunakan untuk memberi rasa hangat serta berfungsi
untuk menggantikan panas tubuh yang biasa diberikan oleh induk ayam untuk
menjaga tubuh anak ayam agar tetap stabil.
Sanitasi
dilakukan secara rutin setiap hari meliputi sanitasi kandang, peralatan dan
praktikan yang masuk kandang (biosecurity). Sanitasi kandang dilakukan dengan cara membersihkan
kandang setiap harinya dengan cara menyapu sekam yang tercecer, selain itu juga
membersihkan kandang luar dengan cara menyapu halaman luar kandang dan
membersihkan selokan air agar tidak timbul bibit penyakit. Sanitasi peralatan
yaitu dengan membersihkan tempat pakan dan air minum setiap hari supaya
meminimalisir ternak agar tidak terkena penyakit baik dari jamur, bakteri,
protozoa, dan virus yang dapat menimbulkan penyakit. Sanitasi praktikan (biosecurity)
dengan cara menyemprotkan
desinfektan ke tangan dan kaki supaya tidak membawa penyakit dari luar kandang. Hal
ini sesuai dengan pendapat Murtidjo
(1987) yang menyatakan bahwa tujuan dari sanitasi secara menyeluruh adalah
untuk menjaga kebersihan kandang baik luar maupun dalam kandang agar ternak dapat menampilkan
performans yang baik dan ternak bebas dari penyakit. Rasyaf (1992) menambahkan bahwa penyebab dari kurang perhatian sanitasi akan
menimbulkan ternak rentan terhadap penyakit, sehingga ternak banyak yang mati.
Oleh karena itu sanitasi sangat diperlukan dalam manajemen usaha peternakan.
3.2.
Evaluasi Performance Ayam Pedaging
Berdasarkan praktikum, evaluasi
performance didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Performance Ayam Broiler Flock 3
Minggu
|
Parameter
|
|
Jumlah
Ayam
|
Konsumsi
Pakan
(g/ekor)
|
Rata-rata
BB
(g)
|
PBB
(g/mgu)
|
Efisiensi
Pakan (%)
|
FCR
|
Mortalitas
(%)
|
1
|
50
|
146
|
180
|
134
|
91,78
|
1,09
|
0
|
|
2
|
50
|
340,3
|
410
|
230
|
67,59
|
1,47
|
0
|
|
3
|
50
|
544,3
|
740
|
330
|
60,63
|
1,65
|
0
|
|
4
|
49
|
799,3
|
1100
|
360
|
45,04
|
2,22
|
2
|
|
Jumlah
|
|
1829,9
|
|
1054
|
|
|
2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Sumber:
Data Primer Praktikum Manajemen Ternak Unggas, 2013.
Berdasarkan
tabel diatas konsumsi pakan ayam broiler tertinggi adalah minggu ke 4 yaitu
sebesar 360 g/ekor, dimana ayam broiler sudah masuk kedalam fase finisher sehingga pakan yang dibutuhkan relatif lebih banyak. Jumlah
konsumsi pakan sangat mempengaruhi konversi pakan dan efisiensi pakan. Hal ini
sesuai dengan pendapat Suprijatna dan
Kartasudjana (2006) yang menyatakan bahwa pada waktu pemeliharaan ayam broiler selama 4 minggu dengan energi metabolis ransum 3000 kkal/kg dan
protein 22%, konsumsi ransum sebesar 2,5 kg/ekor, bobot badan yang dihasilkan
berkisar 1,2-1,3 kg/ekor. Pertambahan Bobot Badan ayam broiler yang paling tinggi
berdasarkan tabel diatas adalah pada minggu ke 4 yaitu 1088 g. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan bobot badan selalu
meningkat dari minggu pertama sampai minggu ke 4. Hal ini sesuai dengan pendapat Kartasudjana (2006)
bahwa pertumbuhan yang paling cepat terjadi sejak menetas sampai umur 4-6
minggu, kemudian mengalami penurunan dan terhenti sampai mencapai dewasa.
Kecepatan pertumbuhan dapat diukur dengan menimbang pertambahan berat badan
secara berulang setiap hari atau setiap minggu. Ditambahkan
oleh Anggorodi (1985) yang
menyatakan bahwa pertumbuhan ternak dimulai secara perlahan kemudian cepat
hingga pada akhirnya terhenti sama sekali dan jika digambarkan akan membentuk
kurva sigmoidal.
Konversi pakan
ayam broiler minggu ke 1 sebesar 1,09 sedangkan standarnya adalah 0,92. Minggu
ke 2 sebesar 1,4 lebih tinggi dari standar yaitu 1,23; minggu ke 3 sebesar 1,64
lebih tinggi dari standar yaitu 1,39; dan minggu ke 4 sebesar 2,22 lebih tinggi
dari standar yaitu 1,74. Hal ini dapat disebabkan ayam mengalami stres dalam
menghadapi lingkungan baru, sehingga laju metaboliknya terganggu, lingkungan
kandang yang tidak bersih seperi sekam yang tidak diganti secara teratur dan
kurangnya biosecurity atau penjaga kandang yang tidak steril, lingkungan
sekitar kandang yang tidak kondusif seperti kegaduhan yang dibuat penjaga dan
terjadinya perubahan pemberian pakan yang mempengaruhi palatabilitas ayam
tersebut sehingga mempengaruhi laju pertumbuhan ayam. Kondisi lingkungan yang panas, kandang yang
terlalu padat dan kotor juga berpengaruh sehingga ayam menjadi stress. Menurut Suprijatna dan Kartasudjana (2006) menyatakan bahwa konversi
pakan rata-rata ayam broiler selama pemeliharaan sebesar 1,053. Standar konversi ransum umur 3 minggu sebesar 1,39 dan
pada umur 4 minggu yaitu 1,74. Konversi pakan
merupakan acuan untuk menilai keberhasilan peternak. Hal ini sesuai dengan
pendapat Rasyaf (1992) yang menyatakan bahwa konversi pakan ini penting sekali dalam
produksi unggas pedaging karena merupakan acuan keberhasilan dalam beternak.
Berdasarkan tabel
diatas nilai efesiensi yang paling tinggi adalah pada minggu ke 1 yaitu 91,78 %.
Efisiensi yang sangat tinggi ini disebabkan oleh rendahnya FCR pada minggu pertama
yang hanya sebesar 1,09. Nilai konversi dan efisiensi pakan pada ternak
berbanding terbalik. Nilai efisiensi pakan semakin turun ketika ternak
bertambah umurnya. Hal ini disebabkan karena semakin tua ternak akan mengalami
pertumbuhan yang melambat. Hal ini sesuai dengan pendapat Murtidjo (1987) bahwa
semakin rendah angka konversi pakan berarti semakin tinggi efisiensi penggunaan
pakan dan semakin banyak pakan yang digunakan untuk mengatakan bobot badan per
satuan berat badan ditambahkan oleh Rasyaf (2007) yang menyatakan bahwa efisiensi pakan berarti pakan
yang dikonsumsi dapat membentuk daging, dengan kata lain efisiensi pakan telah
tercapai.
Nilai
mortalitas pada praktikum kali ini adalah 2% atau berjumlah 1 ekor dari total
ayam 50 ekor dan terjadi pada minggu ke 4. Penyebab mortalitas yaitu lalainya
peternak dalam pemberian pakan karena ayam tersebut tertindih tempat pakan. Menurut Fadilah (2006) program pencegahan penyakit erat
kaitannya dengan program sanitasi, vaksinasi dan pengobatan dini pada umur-umur
tertentu ketika gejala ayam sakit mulai tampak. Hal-hal yang dilakukan dalam
program sanitasi yaitu program biosecurity dengan cara melakukan
penyemprotan disinfektan di dalam dan di sekitar kandang secara rutin 2-3 hari
sekali. Membatasi tamu keluar masuk lingkungan farm, jika masuk lokasi farm
tamu disemprot dengan disinfektan dan membasmi binatang pembawa penyakit.
3.3. Vaksinasi Ayam Pedaging
Berdasarkan praktikum vaksinasi yang diberikan selama
pemeliharaan diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 2. Vaksinasi 1
No.
|
Parameter
|
Keterangan
|
1
|
Waktu
pelaksanaan vaksinasi
|
28
Maret 2013
|
2
|
Jenis
vaksin
|
ND1
|
3
|
Dosis
vaksin
|
900
cc
|
4
|
Metode
vaksinasi
|
Diteteskan
pada mata
|
5
|
Respon
ternak unggas post vaksinsi
|
Lidah berwarna kebiru-biruan
|
6
|
Dampak/penyakit
ikutan
|
ND
|
Tabel 3. Vaksinasi 2
No.
|
Parameter
|
Keterangan
|
1
|
Waktu
pelaksanaan vaksinasi
|
2
April 2013
|
2
|
Jenis
vaksin
|
NDIB
|
3
|
Dosis
vaksin
|
500
cc
|
4
|
Metode
vaksinasi
|
Dicampur
dengan air minum+ susu skim
|
5
|
Respon
ternak unggas post vaksinsi
|
|
6
|
Dampak/penyakit
ikutan
|
Stress
|
Tabel 4. Vaksinasi 3
No.
|
Parameter
|
Keterangan
|
1
|
Waktu
pelaksanaan vaksinasi
|
9
April 2013
|
2
|
Jenis
vaksin
|
Gumboro
1
|
3
|
Dosis
vaksin
|
500
cc
|
4
|
Metode
vaksinasi
|
Dicampur
dengan air minum + susu skim
|
5
|
Respon
ternak unggas post vaksinsi
|
|
6
|
Dampak/penyakit
ikutan
|
|
Sumber : Data
Primer Praktikum Manajemen Ternak Unggas, 2013.
Vaksinasi
dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pemberian vaksin NDB1,
vaksin gumboro dan vaksin ND
Lasota. Pemberian vaksin NDB1
dilakukan pada saat ayam umur 4 hari dan menggunakan vaksin
aktif. Vaksin aktif adalah vaksin yang berisi mikroorganisme agen penyakit
dalam keadaan hidup, tetapi sudah dilemahkan, yang akan tumbuh dan berkembang
baik dalam tubuh induk yang divaksin. Proses
vaksinasi dilakukan dengan tetes mata dimana vaksin dilarutkan dalam larutan dapar kemudian dikocok
sampai rata. Satu vaksin dapat digunakan untuk 100 ekor anak ayam dengan ketentuan satu ekor satu tetes
vaksin. Vaksinasi yang kedua adalah pemberian vaksin terhadap penyakit gumboro
yang dilakukan pada saat ayam berumur 10 hari melalui air minum dan sebelum
dilakukan vaksinasi ayam dipuasakan selama 2 jam dengan tujuan agar air minum
yang dicampur vaksin dapat habis dalam waktu yang singkat. Vaksinasi yang ketiga adalah pemberian vaksin ND Lasota
yang dilakukan pada saat ayam berumur 18 hari melalui air minum dan sebelum
dilakukan vaksinasi ayam dipuasakan selama 2 jam dengan tujuan agar air minum
yang dicampur vaksin dapat habis dalam waktu yang singkat. Vaksinasi
yang kedua dan ketiga ini menggunakan vaksin inaktif yaitu vaksin yang berisi
mikroorganisme agen penyakit dalam keadaan mati (dimatikan), biasanya
didalamnya dicampuri atau ditambahkan oil
adjuvent Vaksin gumboro dan
vaksin ND Lasota dicampur dengan penambahan susu skim 15 gram dan air 7 liter. Penambahan
susu skim bertujuan memberikan energi/nutrisi untuk bakteri yang ada didalam
vaksin. Karena bakteri tersebut membutuhkan makanan untuk tetap hidup. Proses vaksinasi hanya dilakukan apabila ayam dalam keadaan
sehat dan kondisi lingkungan baik. Sesudah proses vaksinasi ayam diberi air
minum yang dicampur dengan multivitamin atau antistress untuk mengatasi keadaan
stress akibat perlakuan selama proses vaksinasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (1992) menyatakan
bahwa vaksinasi dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain melalui tetes mata, hidung, mulut dan air
minum. Ditambahkan oleh Ensminger (1980) bahwa penyakit yang dapat dicegah
dengan vaksinasi antara lain NCD/ND, Invectious
Laringo Trachacitis, Fowlok, Avian Enchepalomielitis, Gumboro
dan Marex.
3.4. Pengukuran Suhu dan Kelembaban Lingkungan
Hujan sering terjadi selama praktikum berlangsung menyebabkan kondisi
kandang dan litter lembab karena air hujan masuk ke dalam kandang. Hal ini
sangat mempengaruhi kesehatan ayam. Litter yang lembab dan
bercampur dengan ekskreta ayam sehingga menimbulkan gas amonia, H2S,
dan CO2. Gas-gas tersebut jika terhirup oleh ayam akan mengganggu
sistem pernapasan ayam. Faktor cuaca juga mempengaruhi suhu
dan kelembaban baik itu di dalam (mikroklimat) maupun di luar kandang
(makroklimat). Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (1992) yang menyatakan
bahwa pengaruh cuaca merupakan faktor luar yang sangat menentukan dalam
produksi peternakan. Pengukuran suhu dilaksanakan pada pukul 05.00 WIB, 13.00 WIB, dan 21.00 WIB, pada waktu
tersebut mewakili kondisi suhu dan kelembaban pada pagi, siang dan malam
sehingga rata-rata suhu dalam satu hari dapat tergambarkan. Berdasarkan praktikum manajemen ternak
unggas ayam pedaging selama pemeliharaan diperoleh hasil bahwa suhu dan kelembaban
rata-rata pada
jam tersebut dalam 28 hari adalah sebesar 27,9o C, 32o C, 28o C dan
kelembaban 76%, 61%, 74%. Hal
ini tidak sesuai dengan pendapat Fuad (1992) yang menyatakan bahwa temperatur
yang ideal bagi anak-anak ayam yang berumur 1 - 3 minggu yaitu 65 0F
(36 0C). Fadilah (2004) menambahkan bahwa temperatur yang ideal
untuk masa finisher adalah 25-27 0C. Temperatur dalam brooder pada
fase starter tidak sesuai dengan kebutuhan ayam sehingga ayam mengalami cekaman
dingin yang dapat menghambat pertumbuhan dan pada fase finisher ayam mengalami
cekaman panas karena suhu sangat tinggi, suhu yang tinggi ini mengakibatkan
ayam terengah-engah (panting). Suprijatna dan Kartasudjana (2008) menambahkan bahwa untuk daerah
tropis, kondisi lingkungan yang mempengaruhi ternak yaitu temperatur dan
kelembaban.
3.5. Analisis Usaha Pemeliharaan Ayam Pedaging
Berdasarkan praktikum maka hasil analisis usaha dapat dilihat pada
tabel berikut
ini:
Tabel 5. Analisis Usaha
Keterangan
|
Jumlah
|
Pengeluaran
|
Rp 6.675.000
|
BEP
|
Rp 19.777/kg
bobot hidup
|
Laba
|
-Rp
14.700/ekor
|
Sumber: Data Primer Praktikum Manajemen Ternak
Unggas, 2013.
Berdasarkan hasil
praktikum manajemen ternak unggas dapat diketahui bahwa pengeluaran yang
digunakan sebesar Rp. 6.675.000,00 dan mengalami kerugian sebesar Rp.14.700,00/ekor,
besarnya nilai BEP/kg ayam adalah Rp.19.777,00/kg bobot hidup, sehingga penjualan
ayam mengalami kerugian karena hasil penjualan tidak dapat menutup semua biaya
produksi. Hal tersebut disebabkan oleh manajemen pemeliharaan yang kurang baik,
faktor lingkungan yang kurang mendukung, harga DOC yang mahal, biaya pakan yang
mahal dan harga jual yang rendah. Harga jual yang rendah ini mengakibatkan
tidak imbangnya biaya produksi dengan pendapatan. Hal sesuai dengan pendapat
Rasyaf (1992) yang menyatakan biaya ransum memegang 45-84% dari total biaya
produksi, biaya pemeliharaan dan kesehatan 7-20% dari biaya produksi. Biaya
pakan, pemeliharaan dan kesehatan merupakan biaya variable. Biaya tetap terdiri
dari biaya penyusutan alat-alat peternakan, gudang, biaya tenaga kerja tetap,
bunga kas modal dan pajak. Rasyaf
(2007) menambahkan bahwa hal-hal yang harus dilakukan dalam evaluasi
pemasaran adalah menentukan jalur pemasaran, mengamati naik-turunnya harga
broiler serta mengevaluasi kebijakan dari hasil evaluasi tersebut.
Analisis
usaha broiler menyangkut masalah evaluasi hasil ternak yaitu berupa untung dan
rugi. Pengeluaran usaha meliputi
biaya investasi dan biaya operasional selama pemeliharaan.
3.6. Pengamatan Penilaian Ayam Pedaging Hidup
Tabel 6. Hasil
Pengamatan, Penilaian, Keadaan Ayam Pedaging
Hidup
No
|
Faktor
|
Deskripsi keadaan ayam pedaging
|
Klasifikasi
|
1.
|
Kondisi kesehatan
|
Baik dan aktif
|
baik
|
2.
|
Bulu
|
Putih, lebat, dan mengkilap
|
baik
|
3.
|
Dada
|
Membungkuk
|
baik
|
4.
|
Punggung
|
Tegap
|
baik
|
5.
|
Kaki dan sayap
|
tegap, kokoh dan kuat
|
baik
|
6.
|
Keadaan lemak (dada)
|
Tidak terlalu tebal
|
baik
|
Sumber : Data Primer Praktikum Manajemen Ternak
Unggas, 2013
Berdasarkan
hasil praktikum didapatkan hasil bahwa kondisi kesehataan ayam baik yang
ditandai dengan pergerakan ayam yang aktif, mempunyai bulu putih, lebat dan
mengkilap, dada membungkuk, punggung tegap. Ayam tersebut mempunyai kaki dan
sayap yang tegap, kokoh dan kuat serta keadaan lemak yang tidak terlalu tebal.
Hal ini sesuai dengan pendapat Yuwanta
(2004) yang menyatakan bahwa ciri-ciri ayam yang baik diantaranya bentuk badan,
kaki, kepala, jari proposional, normal serta tidak cacat. Bulu-bulu anus dan
pusar kering tidak berair atau lengket, mata bulat, jernih dan bercahaya.
Kaki
kuat dan mampu berdiri dengan tegak. Hal ini ditambahkan oleh pendapat Suprijatna dan Kartasudjana (2006) yang
menyatakan bahwa karakteristik ayam produktif dapat diamati dari mata yang
segar, bersinar dan bulat, bulu mengkilat, besih dan merata, sayap tidak terkulai dan kuat,
kaki tegap dan kuat, punggung lebar, rata dan bagus, keadaan lemak dada penuh
dan padat.
3.7.
Teknik Penyiapan dan Evaluasi Karkas
3.7.1. Processing
Kegiatan prosessing pada ayam broiller meliputi
penyembelihan (staughtering), pencelupan (scalding), pencabutan bulu,
pemotongan cakar dan kelenjar minyak pada pangkal ekor, pembukaan isi bagian
perut, pengeluaran viscera, pemotongan kepala dan leher. Hal ini sesuai dengan
pendapat Suprijatna dan Kartasudjana (2002) yang menyatakan bahwa kegiatan prosessing
meliputi penyembelihan untuk mengeluarkan darah, pencabutan bulu, pengeluaran
viscera, pemotongan kepala, leher dan kaki.
Persiapan yang
dilakukan sebelum ayam disembelih yaitu ayam dipuasakan terlebih dahulu selama
6 jam sebelum dipotong dan hanya diberi air minum. Tujuan dari pemuasaan ini
adalah untuk mengosongkan saluran pencernaan sehingga memudahkan dalam
pengeluaran viscera dan mencegah terjadinya kontaminasi dari isi pencernaan
pada daging yang akan mengurangi kualitas dari karkas ayam. Pada ayam yang akan
dipotong sebaiknya tidak boleh diberi pakan dan minum yang mengandung
obat-obatan kimia, hal ini untuk mencegah residu yang tertinggal di daging
sebelum dikonsumsi. Hal ini sesuai pendapat Suprijatna dan Kartasudjana (2006),
yang menyatakan bahwa hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menyiapkan ayam
dalam bentuk karkas yaitu tiga hari sebelum ayam dipotong, ayam tidak diberi
makanan atau minuman yang mengandung obat-obatan. Pemotongan ayam ini dilakukan
dengan tata cara syariat Islam untuk menjamin produk halal.
Cara mematikan ayam melalui sticking
(disembelih), debraining (merusak otot) dan dislocating (mematahkan leher).
Persyaratan penyembelihan menurut agama islam menuntut adanya persyaratan
menyebut nama Allah sebelum penyembelihan disamping persyaratan lainnya yaitu
terputusnya vena jagularis, arteri carotis, larynx dan pharynx.
Setelah ayam disembelih, darah yang menetes dituntaskan dengan menggantung ayam
dengan posisi kepala di bagian bawah selama 3-5 menit. Hal ini sesuai dengan
pendapat Murtidjo (2003) menyatakan bahwa syarat dan tata cara penyembelihan
ayam di Indonesia memenuhi syariat agama Islam untuk menjamin produk yang
dihasilkan halal.
3.5.2. Evaluasi Karkas
Berdasarkan hasil
praktikum mengenai evaluasi karkas didapatkan hasil pada tabel 4 sebagai
berikut:
Tabel
7. Hasil Evaluasi Karkas
Parameter
|
Bobot Organ (Kg)
|
Bobot Relatif (Kg)
|
Bobot
hidup
|
1,230
|
1
|
Bobot
mati
|
1,150
|
0,9349
|
Bobot
dressed
|
1,050
|
0,8536
|
Bobot
karkas
|
0,943
|
0,767
|
Rata-rata
% karkas
|
81,52%
|
Sumber:
Data Primer Praktikum Manajemen Ternak Unggas, 2013.
Berdasarkan
hasil praktikum yang dilakukan didapatkan bahwa rata-rata persentase karkas
yang didapat sebesar 81,52%. Persentase tersebut termasuk baik karena antara
bobot hidup dengan bobot mati, serta bobot bagian tubuh selisihnya tidak
terlalu banyak. Hal ini sesuai dengan pendapat Murtidjo (2003) yang menyatakan
bahwa rata-rata berat karkas broiler berkisar 65-75% berat hidup waktu siap
dipotong.
Kualitas karkas yag diperoleh pada
saat praktikum memiliki kualitas yang baik karena lemak yang terdapat dalam
kulit dan daging sedikit. Selain itu, ayam yang dikarkas pada waktu hidupnya
diberikan makan dan minum yang bebas dari obat-obatan dan penyakit. Hal ini
sesuai dengan pendapat Suprijatna dan Kartasudjana (2006) yang
menyatakan bahwa hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menyiapkan ayam dalam
bentuk karkas yaitu tiga hari sebelum ayam dipotong ayam tidak diberi makanan
atau minuman yang mengandung obat-obatan dan penyakit.
BAB
IV
KESIMPULAN
DAN SARAN
4.1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang
telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa praktikum manajemen ternak unggas yang
telah dilakukan kurang baik. Akan tetapi pada saat persiapan kandang, chick in, dan pemeliharaan sudah
dilakukan dengan prosedur yang baik dan benar. Namun, ketika waktu pemasaran
didapatkan hasil yang rugi. Hal ini terlihat dari jumlah pengeluaran yang
dikeluarkan untuk pembuatan kandang dan yang lainnya, serta hitungan laba rugi
yang telah dihitung.
4.2. Saran
Seharusya pada saat awal praktikum link yang didapat haruslah banyak,
ketika pemasaran tidak susah mencari lagi.
DAFTAR
PUSTAKA
Ensminger, M.E. 1980. Poultry Science (Animal Agriculture
Series). Edition 2nd. The Interstate Printers and Publisher Inc, Danville, Illionis.
Fadilah,
R. 2004. Panduan Mengelola Peternakan Ayam Broiler Komersial. Agromedia
Pustaka, Bogor.
Fadilah,
R. 2006. Panduan Mengelola Peternakan Ayam Broiler Komersial. Agromedia
Pustaka, Bogor.
Fadilah,
R., A Polana, S.Alam, dan E. Parwanto. 2007. Sukses Beternak Ayam Broiler.
Agromedia Pustaka, Jakarta.
Fuad, Y. 1992. Usaha
Peternakan Ayam Potong. Akademika Presindo,
Jakarta.
Priyatno, M. A. 1999. Mendirikan Usaha Pemotongan
Ayam. PT. Penebar Swadaya. Jakarta
Rasyaf,
M. 1992. Pengelolaan Usaha Ayam Kampung. Kanisius, Yogyakarta.
Rasyaf,
M. 1995. Manajemen Peternakan Ayam Broiler. Cetakan ke 5. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Rasyaf, M. 2007. Pengelolaan Pedaging. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Suprijatna, E., dan R. Kartasudjana. 2006. Manajemen
Ternak Unggas. Penebar
Swadaya. Jakarata.
Suryana
dan A. Hasbianto. 2008. Usaha Tani Ayam Buras di Indonesia, Permasalahan dan Tantangan.
Jurnal Litbang Pertanian.
Yuwanta, T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Kanisius,
Yogyakarta.